Yohanes Endra | MataMata.com
Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah (Instagram/@attahalilintar)

Matamata.com - Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah masih terus menjadi perbincangan usai keduanya menggelar pernikahan. Terkini, video malam pertama Atta dengan Aurel yang diunggah di akun YouTube Atta Halilintar dikritik para guru.

Pasalnya, Atta Halilintar punya 27 juta subscribers yang rata-rara remaja. Video malam pertama Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah itu pun sudah mendapat lebih dari 5 juta views.

Fritz Haryadi, Ketua PW PERGUNU (Persatuan Guru Nahdlatul Ulama) Papua, mengkritik video Atta Halilintar tersebut lewat akun media sosialnya. Menurut Fritz, video malam pertama Atta tersebut memang tidak mengandung konten porno, tapi tetap merupakan pembodohan untuk para generasi muda kita.

Baca Juga:
Atta Halilintar Syok Buka Kado Nikah dari Presiden Jokowi: Ini Buat Apa?

Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah (Instagram/@attahalilintar)

“Kebodohan yang sudah terlalu lama dicekokkan kepada generasi muda kita,” tulis Fritz, melansir Makassar.terkini.id.

Dalam tulisannya, Fritz blak-blakan mengatakan bahwa Atta Halilintar dan banyak Youtuber dengan tipe konten serupa, berada di area yang serupa dengan sinetron, infotainment gosip, hingga gerakan agama yang puritan radikal.

“Mereka semua Bad Influencers, pembawa pengaruh buruk,” tulisnya lagi.

Baca Juga:
Aurel Hermansyah Ditagih Pakai Hijab, Atta Halilintar Bijak: Tunggu Hatinya

Kemudian, Fritz menyampaikan pembicaraan istrinya yang merupakan seorang guru dengan anak didiknya. Kebanyakan, murid istrinya adalah subscribers Atta Halilintar dan sering memperbincangkan konten konten di YouTube Atta, seperti prank, pamer mobil mahal, pamer keseharian yang bergelimang kemewahan, dan ucapan 'asiyaaap'.

Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah. (Istimewa)

Menurut Fritz, seharusnya para guru dan orang tua ikut mengambil sikap pada fenomena ini. Fritz ingin para guru dan orang tua turut membangun kesadaran muridnya untuk mulai berhenti mengikuti Atta Halilintar, bahkan memberi jempol terbalik atau dislike di postingannya.

Berikut tulisan Fritz Haryadi selengkapnya:

Baca Juga:
Protes! Aurel Hermansyah Kecewa Belum Jadi Istri Atta Halilintar di Google

Dengan subscribers rata-rata remaja usia sekolah, Atta Halilintar menayangkan video malam pertama. Lima juta penonton dalam tempo 24 jam. Tentu tidak ada konten porno, platform melarangnya; tapi ini menambah dosis baru dalam asupan kebodohan yang sudah terlalu lama dicekokkan kepada generasi muda kita.

Atta, dan banyak youtuber dengan tipe konten serupa, berada di kotak yang sama dengan sinetron, infotainment gosip, hingga gerakan agama yang puritan radikal : mereka semua Bad Influencers, pembawa pengaruh buruk.

Istri saya yang mengajar di SMP, sudah 2 tahun ini mengajak ngobrol anak-anak didiknya yang menjadi subscriber Atta. Rata-rata mereka mengaku hanya ikut-ikutan tren, seperti bisa diduga. Yang disukai anak-anak ini dari channel Atta diantaranya konten prank, pamer mobil mahal, pamer keseharian yang bergelimang kemewahan, dan ucapan “asiyaaap” yang menjadi trademarknya. Pendeknya, Atta adalah perpanjangan dari sinetron. Ia menghadirkan bukti bahwa kebodohan fiktif bisa menjadi nyata. Dan untuk jasa itu anak-anak kita menimbunnya dengan uang.

Baca Juga:
Atta Halilintar dan Aurel Mau Punya 15 Anak, dr Boyke: Terlalu Berisiko!

Dalam sesi obrolan dengan anak-anak didik, istri saya mendapati bahwa mereka tidak mengerti bagaimana alurnya sehingga subscribe dan jempol mereka bisa menjadi uang buat Atta. Saat dijelaskan, merekapun mulai berpikir, mulai bisa menangkap ketidakadilan di hadapannya.

Orang tuanya banting tulang untuk membelikan pulsa mereka, lalu mereka habiskan untuk menonton channel Atta; sambil tidak mendapat manfaat apa-apa selain mengikuti tren, hanya untuk bisa nyambung dengan apa yang dibicarakan teman-temannya, hanya untuk menjadi pengikut. Sambil kehilangan waktu untuk belajar.

Tiap tipe konten Atta dibahas dalam obrolan itu. Tentang prank, istri saya menjelaskan bahwa itu bentuk bullying; hal yang sedang diperangi di lingkungan sekolah di seluruh dunia.

Tentang pamer kekayaan, digalinya aspirasi anak-anak didik; kalau teman pamer kekayaan, bagaimana perasaan mereka? Ternyata tidak senang. Lalu mengapa senang saat dipameri orang lain lewat layar internet?

Pamer kekayaan adalah konsep Vanity. Ini konsep yang sukar diterjemahkan dalam bahasa kita; sebab dalam budaya kita belum ada karsa untuk mengatai fenomena itu. Terjemahan yang biasa dipakai untuk vanity adalah “kefanaan”. Namun ini jauh dari akurat. Yang paling dekat adalah “pamer kekayaan”, tapi inipun baru sebagian.

Kata dasar dari Vanity adalah “vain”, artinya kosong, hampa, sia-sia. Maka vanity adalah sikap kesia-siaan, kekosongan, sikap mementingkan kulit tanpa peduli isi. Pencitraan adalah tindakannya, vanity adalah sifatnya.
Ironis, ini karakter paling mendasar dari bangsa kita, namun kita tidak punya nama untuknya.

Sesi obrolan itu diakhiri dengan langkah konkret, yang saya dukung lahir-batin. Ia minta anak-anaknya unsubscribe channel Atta. Kalau bisa jangan tonton lagi. Kalau masih terasa berat, tonton saja, tapi jangan subscribe. Habis nonton, jangan lupa dislike. Jempol turun.
Atta boleh kaya dari mana saja, tapi jangan dari anak-anak kita.

Istri saya, seorang wali kelas dan guru Bahasa Inggris, mengajak anak didiknya menyelami nalar mereka sendiri, perasaan mereka sendiri; merangsang kepekaan sosial, lalu membimbing mereka mengambil tindakan nyata.

Ini solusi. Inilah pendidikan karakter. Guru-guru se-Indonesia perlu mengambil langkah remedial yang dicontohkan di atas.

Ini langkah awal. Masih panjang daftar influencer di platform vlog yang setipe dengan Atta, yang harus menjadi target selanjutnya. Mereka adalah antitesis Pendidikan Karakter. Penghambat, penggagal, hama; bagi Pendidikan Karakter.

Hukum tidak bisa melarang orang menjual kebodohan. Caveat emptor : Salah beli, salah sendiri.

Satu-satunya yang mampu memberantas hama ini, hanya sekolah.

Fritz Haryadi , Ketua PW PERGUNU (Persatuan Guru Nahdlatul Ulama) Papua.

Load More