Yohanes Endra Diwanna Ericha | MataMata.com
HIVI!, Gerald Situmorang, Ify Alyssa, dan Sri Hanuraga dalam Album Bermain Rintik Di Musim Hujan. (istimewa)

Matamata.com - Ada yang berbeda dari penampilan HIVI! saat bertandang ke Yogyakarta, Sabtu (18/9/2022). Mereka tak diperkuat oleh Ezra Mandira, sang gitaris, yang tengah sakit, dalam penampilannya di Metanarra Music Festival.

Meski demikian, kedatangan Febrian Nindyo (gitaris), Ilham Aditama (vokal), dan Neida Aleida (vokal) tetap disambut penuh sukacita oleh penggemar musik di Yogyakarta. Belum lagi, momen ini merupakan kali pertama bagi HIVI! tampil di Yogyakarta setelah sekitar 2 tahun 8 bulan tidak manggung di Yogyakarta karena pandemi.

Seusai acara, Tim Matamata.com berkesempatan menemani Febri, Neida, dan Ilham untuk bersantap santai menikmati gudeg terdekat dari tempat penginapan para penggawa HIVI!. Kami pun melanjutkan perbincangan secara lebih mendalam dengan Febri untuk mencari tahu apa saja fakta menarik dan keseruan yang terdapat di proyek album kolaborasi terbaru HIVI! bersama Gerald Situmorang, Ify Alyssa, dan Sri Hanuraga yang bertajuk “Bermain Rintik di Musim Hujan”. Apalagi, salah satu nomor di album tersebut yang berjudul “Memori” masuk nomonasi Anugerah Musik Indonesia atau AMI Awards 2022 kategori Artis Jazz Kontemporer Terbaik. Langsung saja, simak obrolan kami berikut ini!

Baca Juga:
Exprole Teatrikal dan Surealisme, Vierratale Rilis Music Video Single Semua Tentangmu ( Orchestral Version )

Matamata.com: Hai Febri. Selamat untuk HIVI! ya karena salah satu lagunya yang berjudul "Memori" dari album terbaru “Bermain Rintik di Musim Hujan” masuk dalam nominasi AMI AWARDS. Kita ngobrol soal album baru kalian ya!

Febrian NP: Boleh, yuk!

Matamata.com: Kalau boleh tahu, dalam proses pembuatannya apakah ada tantangan dalam pembuatan album itu?

Baca Juga:
"Mantra Mantra" Kunto Aji hingga Album "Manusia" Tulus Membius Prambanan Jazz 2022

Febrian NP: Tantangannya, karena itu produk pandemi, maka semua jadi serba terbatas. Pengaturan jadwal, workshop langsung. Karena masih ada yang takut, masih ada yang belum mau terlalu banyak keluar. Beberapa hal dilakukan secara virtual, yang mana kita sebagai seorang seniman rasanya pasti berbeda.

Kemudian, pengaturan jadwal dari masing-masing entitasnya. Alhamdulillah HIVI! di masa pandemi masih punya jadwal manggung online, jadi kita tetap manggung. Gerald Situmorang adalah musisi yang sangat-sangat produktif, baik secara solois atau dengan Barasuara. Ify Alyssa dengan karier solonya dia. Sri Hanuraga yang memang bergerak lama di Jazz, banyak melakukan workshop, banyak ngajar karena dia dosen juga. Ya, menantang untuk mengatur waktunya, tapi sisanya dikerjakan dengan sangat fun. Karena kita berteman udah sangat lama, jadi kita udah tau karakternya masing-masing.

Matamata.com: Berhubung kalian memiliki karakter yang berbeda, apakah ada kendala untuk penggabungan dinamika atau dari segi musikalitas?

Baca Juga:
Perjalanan Karier Tulus selama 10 Tahun Bermusik, Rilis Album Kelima Manusia

Febrian NP: Kompromi adalah kunci. Jadi mau ini ada 7 kepala, masing-masing harus mengkompromikan ideologi atau egonya dalam menciptakan karya berbarengan. Untungnya, berbagai macam keinginan atau ideologi itu hampir semuanya bisa diterjemahkan lewat karya-karya dari album ini.

Matamata.com: Gimana rasanya bisa berkolaborasi dengan Sri Hanuraga, Ify Alyssa, dan Gerald Situmorang?

Febrian NP: Tentu menyenangkan, karena ini kolaborasi yang generik dan organik dalam artian kolaborasi ini tidak terjadi untuk dorongan suatu brand atau karena tujuan kapitalisasi tertentu. Kolaborasi ini murni karena kita pengin kolaborasi dan karena kita berteman. Kita tahu satu sama lain. Gerald Situmorang adalah teman saya sejak HIVI! belum ngeluarin album pertama. Kita sering banget ngobrol tentang musik, tentang kartun, macam-macam. Bedanya kita kalau dikit-dikit lagi nongkrong bareng foto. Jadi mungkin gak bayak orang yang tau.

Baca Juga:
Fakta Album Baru Equals, Ed Sheeran Promosikan dari Rumah

Ify Alyssa adalah adik kelas ku sama Ilham. Dia juga pernah nyanyi buat HIVI! beberapa kali, jadi udah gak asing lagi. Sri Hanuraga adalah idola saya. Dia adalah dosen di Universitas Harapan, kampus di mana dulu saya berkuliah musik, jadi saya udah tahu gimana orangnya, gimana musiknya. Happy, menyenangkan, walaupun genrenya berbeda-beda. Semua bisa diramu dengan Indah.

HIVI!, Gerald Situmorang, Ify Alyssa, dan Sri Hanuraga dalam Album Bermain Rintik Di Musim Hujan. (istimewa)

Matamata.com: Apakah ada fakta atau cerita menarik di balik pemilihan nama "Bermain Rintik Di Musim Hujan" sebagai nama album?

Febrian NP: Ini kan sebenernya 3 entitas, HIVI!, Ify Alyssa, dan proyeknya Gerald Situmorang dan Sri Hanuraga. Masing-masing dari ketiga ini tuh punya lagu yang sama-sama ada unsur hujannya. HIVI! punya "Musim Hujan", Ify Alyssa punya "Bermain Hujan", Gerald Situmorang dan Sri Hanuraga punya lagu judulnya "Rintik Hujan". Ya kita susun aja "Bermain Rintik di Musim Hujan".

Kolaborasi ini bisa terjadi karena awalnya kita mau bikin video series 3 episode, yang masing-masing diberi judul sesuai dengan 3 judul lagu tadi itu, dengan 3 video yang berkelanjutan yang menceritakan kisah sebelum lagu "Bumi dan Bulan". Kalau teman-teman mengikuti "Bumi dan Bulan", kan ada cerita di video klipnya. Nah, ini kita bikin ceritanya sebelum putus. Karena masa pademi bikin video-video series gitu, orang nonton aja karena nggak ada kerjaan. Jadi ini kita bikin kayak gitu, tapi setelah itu hanya pembuka kolaborasi album. Pengin dibalik juga, biasanya video klip adalah produk paripurna. Misalnya orang rilis lagu dulu, single dulu, baru video klip. Jadi ini kita balik, coba video klip dulu baru lagunya. Karena nggak ada teori pastinya kan.

Matamata.com: Apa aja yang membuat album "Bermain Rintik Di Musim Hujan" terdengar sangat unik di telinga penggemar HIVI!, Gerald, Ify, dan Sri Hanuraga?

Febrian NP: Oke, jadi, ini Aga yang bilang. Setiap track-nya akan cocok dinikmati dalam berbagai suasana hujan. Hujannya beda-beda. Ada hujan yang deras. Ada hujan yang rintik di mana kita bisa hujan-hujanan. Ada hujan di kala sore hari dan kita harus berteduh di pinggir jalan. Macam-macam. Yang jelas itu, secara lirik ini mungkin proyek paling healing-nya HIVI! karena ini musiknya tenang semua. Intimate, gak seperti HIVI! yang biasanya. Dari segi musik ini musikal sekali, bukan sebuah lagu yang teman-teman bisa ingat dan menikmatinya dengan sekali dengar, tetapi untuk dipakai sebagai teman beraktivitas. Jadi misalkan lagi ngerjain skripsi, play lah itu album gak akan annoying. Jadi, kita gak akan skip dari track 1 sampai track terakhir.

Matamata.com: Jadi, ada baiknya album ini didengarkan secara berurutan ya?

Febrian NP: Ya betul sekali, zaman sekarang orang sudah berkurang minatnya buat dengerin album ya. Jadi, itu tantangan juga buat para musisi agar, satu, punya semangat untuk tetap membuat album. Kedua, bagaimana caranya pembuatan album itu bisa didengar semuanya secara keseluruhan jadi gak di-skip.

Matamata.com: Apa aja nih keseruan yang didapatkan saat pembuatan album tersebut?

Febrian NP: Wah, ini album yang pengerjaanya paling indie karena ini hampir semua dikerjakan di rumah Gerald, di mana rekaman di rumah itu kadang ada bunyi hujan yang membuat kita harus menghentikan sejenak proses rekaman. Ada juga momen lain, ketika lagi take gitar, gitarnya udah bagus, terus papanya Gerald masuk nanyain, "Udah makan belum?" Gitu. Jadi itulah yang menyenangkan. Overall menyenangkan karena berkarya dengan teman-teman yang kita tahu. Jadi kolaborasinya sangat terasa.

Matamata.com: Strateginya kayak gimana sih untuk berkolaborasi atau bekerja sama dengan 'teman' karena kerap kali ada kegagalan atau ketidakcocokan jika berkolaborasi dengan teman?

Febrian NP: Pertama, kalau bisa diatasi dengan sistem, maka atasi dengan sistem, karena menurut kami dan berdasarkan apa yang aku tau, banyak entitas gagal di atas 70% kerana ketiadaan sistem. Jadi, jika ada masalah yang bisa diatasi dengan sistem, ya atasi dengan sistem. Seperti kalau kita berkarya, ada banyak kepala kan, nah harus ada yang jadi produser. Produser fungsinya apa? Untuk menengahi.

Kalau kita mau bikin intimate showcase, punya banyak hal yang diinginkan. Oke, kita harus tunjuk siapa yang punya andil dan mengerti berbagai hal, ya sudah kita tunjuk tour manager. Jadi semua bisa diakomodir keinginannya, walaupun gak 100%. Namanya bekerja sama, yang terbaik adalah hasil kompromi semuanya. Kunci kedua, jangan pernah berdebat kalau lapar.

Matamata.com: Apakah nanti ada rencana untuk berkolaborasi kembali dan berkelanjutan, karena kan ini sudah mendapatkan AMI Awards?

Febrian NP: Nggak ada yang nggak mungkin, yang paling terdekat, proyek ini ada yang memanggil lagi kayak misalkan "Jazz Goes To Campus". Kita sekarang masih lebih menjawab dan menyambut apa yang ada. Tapi untuk sementara, bikin album lagi sepertinya belum, karena proyek hujan ini berimbas pada beberapa proyek masing-masing yang harus dikalahkan. Jadi, setelah ini sudah selesai, semuanya kembali beraktivitas masing-masing secara sejenak. On the record, kita akan menuju Tumpeng Menoreh atau daerah di sekitarnya untuk berkolaborasi dengan salah satu musisi Jogja untuk me-recycle lagu terbaik HIVI!

Matamata.com: Album ini benar-benar menjadi warna baru dari keempat musisi yang terlibat. Apa tujuan di balik anti mainstream-nya album ini?

Febrian NP: Glad to hear buat teman-teman Matamata.com yang sudah melihat ini menjadi produk side stream. Karena aku dan teman-temen dari awal berkarya itu sejujurnya nggak pernah terlalu khawatir dan mempertimbangkan ini produk mainstream dan sidestream. Jadi yang dipertimbangkan adalah konsepnya. Buat lagu aja dulu. Oh, ternyata nggak masuk, ya kita tunda. Tapi ternyata pas masuk konsepnya, ya kenapa nggak coba kita rekam?

Ketika sudah berkarya, jadinya mungkin catchy atau bunyinya agak industri, bisa diterima banyak orang, itu pasti ada campur tangan yang Di Atas. Kita percaya setiap lagu itu punya jalannya masing-masing. Ada yang langsung meledak. Ada yang meledaknya baru kapan. Ada yang nggak meledak-meledak, tapi dicintai sama orang di sudut mana gitu, dia bisa datang ke aku, 'Thank You udah bikin lagu ini'. Nah itu nggak kalah indah. Seperti lagu "Memori" yang seharusnya masuk ke album "Ceritera" tadinya. Tapi sepertinya tidak sesuai konsep, jadi akhirnya masuk album ini malah.

HIVI!, Gerald Situmorang, Ify Alyssa, dan Sri Hanuraga dalam Album Bermain Rintik Di Musim Hujan. (istimewa)

Matamata.com: Ada nggak, lagu yang bikin teman-teman HIVI! excited saat pengerjaan bareng?

Febrian NP: Setiap orang beda-beda ya, kalau aku "Rintik Hujan" karena memiliki cerita personal. "Rintik Hujan" kan lagu instrumentalnya Gerald Situmorang sama Sri Hanuraga. Lagu itu adalah lagu yang menjadi tembakan aku pertama kali untuk mengajak mereka bikin album bareng. Aku bilang, "Mungkin kita bisa mulai dari memberikan lirik pada lagu-lagu instrumentalnya loh." Aku kira memberikan lirik pada lagu Instrumental itu mudah, tapi ternyata enggak. Alhamdulillah jadi.

Memang sih, yang dengar lagu itu nggak terlalu banyak dibanding lagu HIVI! yang lain. Tapi lagu itu somehow punya orang-orang yang kasih feedback cukup deep gitu. Kayak, "Lagunya memberikan dampak baik loh." Gitu-gitu. Jadinya agak sedikit lebih personal dan indah. Sebelumnya, penampilan HIVI! dan lagu-lagu HIVI! itu identik dengan, 'ketika seseorang mau mencari musik dan penampilan yang membahagiakan dan seru, orang tersebut akan cari HIVI!'. Jadi, di lagu "Rintik Hujan" aku mendapatkan banyak feedback yang baru.

Matamata.com: Sebagai penutup, lewat album ini sebenernya HIVI! mau menyampaikan apa sih kepada para pendengar?

Febrian NP: Pertama, album ini adalah album yang menjadi kenang-kenangan di masa pandemi. Di mana lirik-liriknya dan lagu-lagunya berkisah tentang apa yang kita pelajari di masa pandemi. Misalkan lagu "Rintik Hujan" berkisah tentang apa yang kita kejar, tetapi belum tercapai, karena memang belum waktunya saja. Karena Tuhan meminta kita istirahat sejenak saja.

"Memori" adalah tentang berdamai dengan masa lalu, di mana saat pandemi orang semakin dalam dengan pikiran dan hatinya, dan menurut kita, kunci yang lumayan penting adalah manusia itu bukan bisa melupakan masa lalu, tapi berdamai dengan masa lalu.

Lalu "Mengapa Baru Sekarang?", itu lagu cinta ya, right person wrong time, masa pandemi juga. Di mana di masa pandemi tuh banyak orang jatuh cinta tapi di waktu yang nggak tepat.

Yang terakhir, yang paling dalam buat aku tuh "Bulan dan Mentari". Sebuah lagu yang bercerita tentang kehadiran dan kepergian apapun yang terjadi di hidup kita. Bahwa terkadang mungkin ketika kita mengharapkan sesuatu untuk hadir, baik itu rezeki, jodoh, atau apapun, sepertinya kita harus merelakan sesuatu untuk harus pergi biar ada yang bisa datang. Kayak kita lihat, di atas itu Bulan harus datang karena Mentari harus pergi. Sebaliknya, Mentari akan datang begitu Bulan beranjak pergi. Ketika kita bisa melihat keindahan di balik berbagai macam kejadian pedih, mudah-mudahan bisa mendewasakan kita.

Load More