Riki Chandra | MataMata.com
Pengamat Militer Al Araf menanggapi kekerasan relawan Ganjar-Mahfud dalam diskusi publik bertajuk “Knalpot Brong Vs Tentara” di Jakarta, Kamis (4/1/2024). [Dok.Antara]

Matamata.com - Pengamat militer, Al Araf, menilai praktik politik demokratis hampir sulit diwujudkan selama penyelenggaraan Pemilu 2024. Pasalnya, banyaknya peristiwa yang berlawanan dengan regulasi berlaku di Tanah Air.

"Menurut saya, politik pemilu demokratis sudah hampir sulit diraih dalam Pemilu 2024 karena ada instrumen kekuasaan yang akan menggunakan instrumen lain dalam pertarungan," kata Al Araf dalam diskusi publik bertajuk "Knalpot Brong Vs Tentara", dikutip dari Antara, Jumat (5/1/2024).

Dia menyoroti terdapat banyak kejadian yang sebenarnya melanggar hukum, tetapi tidak dituntaskan dengan baik oleh Pemerintah.

Pertama ialah kehadiran ajudan Prabowo Subianto, Mayor Teddy Indra Wijaya, yang merupakan anggota aktif TNI, dalam debat pertama capres Pemilu 2024 di KPU RI, Jakarta, Selasa, 12 Desember 2023.

Menurut dia, kasus kehadiran ajudan Prabowo itu tidak rasional dan melanggar peraturan karena. Jika dilihat dari undang-undang mana pun, kata Al Araf, kehadiran Teddy tetap terbukti melanggar aturan TNI dan Polri yang tidak boleh terlibat dalam politik praktis.

Kalau dia menemani Prabowo di agenda lain sebagai ajudan, tidak masalah; tetapi ini lagi debat kandidat (Pilpres 2024). Di situ, semua orang menonton, pengamanan pemilu dari KPU dalam debat juga sudah banyak sekali, mulai dari polisi, dilapisi lagi pengamanan di dalam; memang kurang apa sampai ajudannya juga di sana?" katanya.

Masalah kedua yakni soal Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, maju menjadi pendamping Prabowo.

Dia menyoroti majunya Gibran, yang juga wali kota Surakarta, benar-benar "menelanjangi" Mahkamah Konstitusi (MK) secara terang-terangan karena membuat sebuah putusan jelas cacat hukum.

Load More