Riki Chandra | MataMata.com
Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PB PERNEFRI) Pringgodigdo Nugroho. [Dok.Antara]

Matamata.com - Kelebihan garam picu berbagai masalah kesehatan, hingga merambat kepada penyakit ginjal kronis (PGK). Hal itu dinyatakan Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PB PERNEFRI), dr. Pringgodigdo Nugroho.

Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal dan Hipertensi jebolan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu mengatakan, pada dasarnya, terlalu banyak mengonsumsi garam dapat memicu darah tinggi atau hipertensi, sementara hipertensi merupakan pemicu utama PGK.

“Kebanyakan makan garam itu hubungannya dengan hipertensi, jadi kandungan garam yang tinggi di dalam pembuluh darah itu akan menarik cairan lebih banyak di dalam pembuluh darah, tekanan darah jadi meningkat dan terjadi hipertensi, lama kelamaan menjadi penyakit ginjal kronik,” kata Pringgodigdo, Senin (15/1/2024).

Masyarakat umum, terutama yang telah mengalami penyakit ginjal, dianjurkan untuk mengurangi konsumsi garam setiap hari. Ia menyarankan kandungan natrium pada garam tidak melebihi dua gram per hari, atau takaran garam dapur kurang dari lima gram per hari.

Selain mengurangi konsumsi garam, olahraga masih menjadi jurus ampuh di segala masalah kesehatan tubuh, tak terkecuali hipertensi dan penyakit ginjal. Pringgodigdo menganjurkan untuk olahraga secara rutin.

“Tidak harus olahraga berat, yang penting rutin melakukan aktivitas fisik, misal berjalan 10 ribu langkah per hari,” kata dia.

Pringgodigdo menyebut penyakit ginjal perlu diwaspadai secara serius, mengingat penyakit ginjal merupakan salah satu gangguan kesehatan yang gejalanya sering tidak terdeteksi, sebelum akhirnya telah mencapai stadium tinggi. Penderita hipertensi dan penyakit ginjal pada usia muda saat ini juga terus meningkat.

“Belum, belum ada (gejala yang terlihat untuk penyakit ginjal), salah satu gejalanya kalau urin berbusa, tapi kalau sudah berbusa itu sudah terlambat, kalau yang belum parah biasanya tidak ada tanda-tandanya, makanya perlu pemeriksaan rutin ke dokter,” imbuh Pringgodigdo.

Load More