Matamata.com - Pemerintah menegaskan bahwa pemblokiran rekening pasif oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tidak akan membuat dana nasabah hilang. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Budi Gunawan memastikan perlindungan terhadap dana masyarakat tetap menjadi prioritas.
"Kemenko Polkam akan berkoordinasi dengan PPATK dan stakeholder terkait untuk menjaga dan melindungi masyarakat atas dana yang dimiliki dan disimpan di perbankan," ujar Budi Gunawan, Rabu (30/7), dalam siaran pers resmi yang diterima di Jakarta.
Pernyataan tersebut menanggapi kebijakan PPATK yang memblokir sementara rekening yang tidak aktif selama lebih dari tiga bulan. Menurut Budi, kekhawatiran masyarakat terhadap kebijakan ini dipahami oleh pemerintah. Namun ia menegaskan, pemblokiran dilakukan semata-mata untuk menghindari penyalahgunaan rekening oleh pihak tak bertanggung jawab.
“Walaupun rekening nasabah diblokir oleh PPATK karena tidak aktif selama tiga bulan, masyarakat tidak akan kehilangan uang di dalam rekening,” katanya menambahkan.
PPATK sendiri mengonfirmasi bahwa sepanjang 2024, sebanyak 28.000 rekening dormant telah dibekukan sementara. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyatakan, langkah ini merupakan bagian dari upaya menjaga integritas sistem keuangan nasional dan memberikan perlindungan kepada pemilik rekening.
“Penghentian sementara transaksi rekening dormant bertujuan memberikan perlindungan kepada pemilik rekening, serta mencegah penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab," kata Ivan, Minggu (18/5), di Jakarta.
Ia menekankan, rekening pasif berisiko tinggi dimanfaatkan dalam tindak kejahatan seperti judi daring, penipuan, hingga perdagangan narkotika.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut mendorong pengawasan ketat terhadap rekening tidak aktif. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa pihaknya telah meminta bank untuk melaporkan transaksi mencurigakan dan memperkuat analisis terhadap aliran dana yang berpotensi digunakan oleh pelaku kejahatan.
OJK juga mencatat, hingga Juni 2025, sebanyak 17.026 rekening telah diblokir berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Sebagai bagian dari evaluasi, OJK meminta bank melakukan penutupan rekening yang terindikasi bermasalah serta menerapkan enhanced due diligence (EDD) terhadap data kependudukan yang digunakan. (Antara)
Berita Terkait
-
PWI Siap Genjot Literasi Publik Merespons Dorongan Menko Polkam soal Konten Bermutu
-
Prabowo: Pelantikan Menko Polkam dan Menpora Masih Tunggu Waktu
-
Indonesia Butuh Menko Polkam Kuat dan Menenangkan Publik
-
Komisi XI Desak OJK dan PPATK Buka Suara soal Pemblokiran Rekening Dormant
-
PPATK: Ratusan Penerima Bansos Terkait Korupsi, Narkotika, hingga Terorisme
Terpopuler
-
Satgas Telusuri Dugaan Kerusakan Hutan Penyebab Banjir dan Longsor di Sumatera
-
ESDM Identifikasi 23 Izin Tambang di Tiga Provinsi Terdampak Banjir dan Longsor
-
Menkeu Siapkan Dana Tambahan, Tunggu BNPB Ajukan Anggaran Penanganan Banjir Sumatera
-
Siswa MTs di Banyuwangi Raih Medali Perak di Olimpiade Sains Junior Internasional Rusia
-
Kemenag dan LPDP Kebut Penyaluran Beasiswa Menjelang Batas Akhir Anggaran 2025
Terkini
-
Satgas Telusuri Dugaan Kerusakan Hutan Penyebab Banjir dan Longsor di Sumatera
-
ESDM Identifikasi 23 Izin Tambang di Tiga Provinsi Terdampak Banjir dan Longsor
-
Menkeu Siapkan Dana Tambahan, Tunggu BNPB Ajukan Anggaran Penanganan Banjir Sumatera
-
Siswa MTs di Banyuwangi Raih Medali Perak di Olimpiade Sains Junior Internasional Rusia
-
Kemenag dan LPDP Kebut Penyaluran Beasiswa Menjelang Batas Akhir Anggaran 2025