Cover album God Save The Queen, Sex Pistols/Pitchfork

Matamata.com - Aksi band punk rock Rusia, Pussy Riot, di tengah pertandingan final Piala Dunia 2018 sukses menarik perhatian dunia.

Empat personel band Pussy Riot ini berlari ke tengah lapangan di sela-sela pertandingan final Piala Dunia 2018 di Stadion Luzhniki, Minggu (15/7/2018).

Aksi band beranggotakan mayoritas wanita ini bukan tanpa alasan, bukan pula asal mencari perhatian dan kerusuhan.

Baca Juga:
Bak Geng Sosialita, Potret Aurel Hermansyah dengan Teman-temannya

Band yang terbentuk pada tahun 2011 ini melakukan aksi tersebut untuk menyerukan tuntutan-tuntutan mereka.

Pussy Riot/Facebook

Melansir dari laman Facebook Pussy Riot, mereka punya enam tuntutan, antara lain meminta semua tahanan politik dibebaskan, berhenti memenjarakan seseorang hanya karena "suka", menghentikan penangkapan secara ilegal pada unjuk rasa, mengadakan kompetisi politik secara sehat di Rusia, tidak melakukan tuduhan kriminal secara asal-asalan dan memenjarakan orang tanpa alasan dan mengubah polisi bersifat duniawi ke dalam polisi bersifat surgawi.

Pussy Riot dikenal sebagai band yang sangat vokal menyerukan keadilan dan menentang pemerintahan otoriter Presiden Rusia Vladimir Putin.

Baca Juga:
7 Potret Kemesraan Nimaz Dewantary dan Kekasih, Kelewat Lengket

Tak hanya itu, Pussy Riot juga menyuarakan berbagai isu, membela gerakan perempuan, LGBT serta menolak kapitalisme dalam bentuk apapun.

Akibat aksi ini, keempat personil Pussy Riot yakni Veronika Nikulshina, Olga Pakhtusova, Olga Kurachyova dan Pyotr Verzilov dijatuhi hukuman kurung selama 15 hari.

Mereka juga dilarang mengunjungi pertandingan olahraga selama tiga tahun.

Baca Juga:
Punya Indera ke-Enam, 7 Artis Cantik Ini Bisa Rasakan Hal Gaib

Keempat personil itu dinyatakan bersalah karena dianggap melanggar undang-undang tentang perilaku menonton pertandingan olahraga.

Sebenarnya, aksi protes oleh para musisi ini sebelumnya juga gencar dilakukan oleh musisi dunia lainnya, tak terkecuali Indonesia.

Berbeda musisi, beda pula cara mereka melakukan protes dan menyuarakan kritik terhadap pemerintah.

Biasanya mereka menampar sistem pemerintahan lewat kata-kata dalam lagu.

Para musisi percaya, selain aksi, kata-kata mampu menusuk nalar, mengubah sebuah generasi serta abadi dalam ingatan.

Berikut musisi dunia lainnya yang menyuarakan kritikan lewat lagu.

1. Bob Dylan

Instagram @bob.dylan

Lewat lagunya The Times They Are a-Changin, Bob Dylan menyuarakan protes terkait isu sosial pada tahun 1960-an.

Lagu ini dibuat saat Amerika Serikat menyerang Vietnam. Melalui lagu The Times They Are a-Changin, ia mengajak kaum muda untuk lebih peka dengan masalah-masalah yang saat itu telah berkembang menjadi lebih buruk.

The Times They Are a-Changin adalah lagu yang memiliki tujuan, gerakan hak-hak sipil dan gerakan musik kerakyatan yang beraliansi pada saat itu.

Pada saat itu, Bob Dylan menjadi salah satu musisi ikon pemberontak. Lagu-lagu yang ia ciptakan menjurus kepada isu-isu politik. Seperti hak-hak sipil warga kulit hitam Amerika Sertikat, anti perang, anti militerisme dan lainnya.

Berkat lagu The Times They Are a-Changin, Bob Dylan berhasil meraih Nobel Sastra 2016.

YouTube/54321p

2. U2

Instagram @u2

Untuk mengenang kejadian tragis pada 30 Januari 1972, di kota Derry, Irlandia Utara, Bono dkk mengungkapkannya lewat lagu Sunday Bloody Sunday.

Rollingstone menyebut kala itu angkatan darat Inggris menembaki sekelompok pengunjuk rasa sipil yang tidak bersenjata, membunuh paling tidak 14 orang termasuk tujuh remaja.

“Itu adalah hari yang menyebabkan konflik antara dua komunitas di Irlandia Utara-nasionalis Katolik dan penganut Protestan-untuk meluncur ke dimensi lain: setiap orang Irlandia yang sadar pada hari itu memiliki gambaran mental Edward Daly, kemudian uskup Derry, memegang saputangan bernoda darah tinggi-tinggi saat dia dengan gagah berani merawat yang terluka dan yang sekarat,” tulis Bono.

Lagu ini berisikan kecaman nonpartisipan dari pertumpahan darah bersejarah di Irlandia. Politik bukanlah sesuatu yang perlu didiskusikan di Irlandia.

Sunday Bloody Sunday masuk dalam album War yang diluncurkan pada Februari 1983. Lagu ini juga menjadi lagu protes paling terkenal yang selalu dinyanyikan U2 di setiap konsernya.

YouTube/U2

3. Sex Pistols

Cover album God Save The Queen, Sex Pistols/Pitchfork

Pionir band punk rock yang paling berpengaruh di Inggris ini menciptakan lagu God Save The Queen untuk menentang keras kebijakan monarki Ratu Elizabeth II yang dianggap sebagai bentuk rezim fasis.

Judul God Save The Queen diambil dari lagu kebangsaan Inggris dnegan judul yang sama.

Sex Pistols merilis God Save The Queen tepat di hari perayaan masa pemerintahaan Ratu Elizabeth II pada tahun 1977.

Lirik lagu God Save The Queen mengandung arti yang sangat tajam.

"God save the queen
She's not a human being
and There's no future
And England's dreaming."

Pada tahun 2002, Q Magazine menempatkan God Save The Queen diurutan pertama daftar chart "The 50 Most Exciting Tunes Ever", pada tahun 2003 menempati posisi ketiga "100 Lagu yang Mengubah Dunia."

Sementara majalah rollingstone, God Save The Queen menduduki daftar 500 lagu terbaik sepanjang masa.

YouTube/Sex Pistols Official 

Load More