Matamata.com - Pendopo Ajiyasa Jogja Nasional Museum gegap gempita dengan kehadiran salah satu sutradara sukses Indonesia. Dialah Garin Nugroho, sutradara film Cinta Dalam Sepotong Roti yang menjadi salah satu pembicara di Jogja NETPAC Asian Film Festival (JAFF) hari ini (3/12/2018).
Berlangsung dari pukul 10.00 sampai 12.00 WIB, public lecture yang menghadirkan Garin Nugroho ini mengangkat tema Focus On Garin Nugroho: ''Learning to Produce Masterpiece from Successful Indonesian Director''. Selain Garin Nugroho, diskusi menarik ini juga dihadiri oleh Rina Damayanti (CEO of PadiPadi Creative) dan Paolo Bertolin (Festival Programmer & Film Writer). Dosen dari Film Department di Bina Nusantara University, Ekky Imanjaya ditunjuk sebagai moderatornya.
Garin Nugroho merupakan salah satu pendiri JAFF Jogja. Kontribusinya untuk sejarah perfilman Indonesia sudah sampai ke panggung dunia.
Baca Juga:
Ini Daftar Harga Tiket Konser BLACKPINK di Indonesia
Setelah selesai menempuh pendidikan sekolah menengah di Semarang, Garin Nugroho merantau ke Jakarta untuk belajar film di Fakultas Sinematografi Institut Kesenian Jakarta sampai tahun 1985. Pria kelahiran Yogyakarta 57 tahun silam ini memulai karier sebagai sutradara lewat produksi film dokumenter.
Namanya mulai dikenal setelah produksi film panjang pertamanya, Cinta Dalam Sepotong Roti (1990) dirilis. Film ini langsung mendapatkan penghargaan Film Terbaik di Festival Film Indonesia tahun 1991. Film keduanya yang bertajuk Surat Untuk Bidadari (1992) membawanya ke dunia panggung film internasional. Pada Perayaan 250 tahun Mozart di tahun 2006, Garin terpilih menjadi salah satu dari enam innovative directors dunia untuk membuat film yang kemudian melahirkan Opera Jawa (2006).
Sebagai salah satu sutradara terbaik negeri ini, Garin Nugroho tentu punya kiat-kiat khusus untuk menjadi sukses seperti sekarang. Buat kamu yang bermimpi menjadi sutradara yang so stand out sepertinya, 3 resep dari Garin ini bisa kamu coba.
Baca Juga:
Single Baru Red Velvet, Really Bad Boy Kuasai Chart iTunes Dunia
1. Film Itu Seperti Alphabet
Dalam diskusi menarik di JAFF Jogja, Garin berbagi pemikirannya soal membuat film yang baik. Bagi Garin, menjadi seorang sutradara itu harus punya visi dan keyakinan yang kuat.
Karena berasal dari keluarga artis dan aktivis, darah seni sudah mengalir dalam tubuh Garin Nugroho sejak kecil. ''Film adalah alphabet, kita bisa tulis apa saja dan berawal dari mana saja. Dokumenter, teater, free zone.''
Baca Juga:
Kupas Tuntas Pencarian Jejak Film Indonesia Klasik di JAFF Jogja
Yang terpenting adalah disiplin dan punya hati yang terbuka.
2. Membuat Film Seperti Dunia Main Anak-anak
Sedari awal Garin Nugroho selalu percaya kalau setiap orang punya karakter beda-beda. ''Ketika kamu diberi perbedaan, jalani perbedaan hidup. Tidak semua orang punya kodrat yang sama,'' ungkap Garin.
Baca Juga:
Gaya 10 Seleb di Resepsi Ketiga Deepika Padukone & Ranveer Singh
Hal ini juga berlaku dalam membuat film. Bebaskan dirimu seperti anak-anak dalam dunia mainnya, biarkan idenya mengalir. Tidak masalah menjadi berbeda karena semua unsur dalam ekosistem di dunia ini sekecil apapun atau seberbeda apapun pasti ada gunanya.
Yang terpenting harus punya daya hidup dengan cara rajin menanam ide dan membaca iklim.
3. Pembuat Film Harusnya Punya Jiwa Traveler
Garin Nugroho mengaku sensitif dan selalu gelisah. Dalam setiap perjalanan yang dia lakukan, dia selalu membuka hati, mata dan telinga untuk melihat ide.
''Ide ada di mana-mana. Makanya pembuat film haruslah kombinasi pengetahuan, keterampilan dan traveler,'' tutur Garin.
Setiap harinya Garin selalu menulis setiap ide yang datang. Dia menulis di pasar, di kapal, di mana saja dia pergi.
Menemukan ide dan membuat struktur manajemen adalah hal penting dalam membuat film. Namun, yang tak kalah penting adalah hati yang terbuka.
Garin Nugroho di Mata Para Sahabat dan Kritikus
Pertemuan Rina Damayanti dengan Garin Nugroho terjadi di kampus. Sejak tahun 2001, Rina bergabung dengan SET film sebagai produser dan menangani produksi film feature bersama Sutradara Garin Nugroho, antara lain: Opera Jawa (2006), Under The Tree (2008), Generasi Biru (2009), The Mirror Never Lies (2011), Mata Tertutup (2012), Setan Jawa (2016) dan masih banyak lagi.
Sudah lama terlibat dalam proyek Garin Nugroho, Rina Damayanti mengungkapkan sosok Garin Nugroho di matanya. Rina bertutur Garin Nugroho memang selalu punya ide dan semua staf termasuk dirinya harus selalu siap menerima tantangan.
''Mas Garin selalu punya konsep bahwa idenya mungkin. Mungkin orang merasa film Garin Nugroho terlalu artistik atau nyeni, tapi sebenarnya selalu ada nilai yang berkaitan dengan perjalanan hidup Garin Nugroho dalam setiap filmnya. Film Garin selalu punya makna,'' tuturnya.
Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Paolo Bertolin. Seorang perancang program festival, penulis naskah film dan produser yang membagi waktunya antara Asia dan Eropa ini mengungkap alasan kenapa sutradara Garin Nugroho begitu spesial.
Hal ini karena Garin Nugroho merupakan filmmaker yang selalu mempresentasikan tantangan baru dalam setiap film-filmnya. Garin mampu memotret dirinya sendiri dalam film-filmnya dari waktu ke waktu.
''Garin melompat-lompat dari satu budaya ke budaya lain. Filmnya menonjolkan keragaman, dipengaruhi oleh tanah, budaya dan air,'' tutur Paolo.
Dituturkannya lebih lanjut, Garin selalu menggunakan sudut pandang secara mendetail untuk mengungkapkan subjek filmnya pada penonton. Garin selalu begitu dekat dengan subjeknya baik dari segi naratif maupun sinematografi.
Namun, tak jarang gaya penyutradaraan Garin ini juga mendatangkan kritik. Para kritikus berpendapat gaya Garin dalam menyutradarai film begitu inkonsisten karena selalu berubah-ubah tergantung subjeknya.
Saking nggak konsistennya, tak jarang kritikus merasa kebingungan. ''Harus selalu siap-siap melihat sesuatu yang baru dalam setiap film Garin Nugroho karena pasti di luar ekspektasi. Namun, karena sangat individual dan karena keinginannya untuk selalu dekat dengan karakter, itulah yang membuat Garin Nugroho stand out,'' lanjutnya.
Terakhir, Garin Nugroho juga menjelaskan kalau kriteria suksesnya sebuah film itu beragam. Ada yang sukses sesuai estetika, ada yang sukses secara ekonomi.
''Suksesnya film itu yang penting sesuai dengan progress yang kamu inginkan, tidak selalu soal jumlah penonton. Ada film yang memang harus balik modal, ada yang punya tujuan tertentu. Yang penting disiplin dengan tujuan kamu, cermati goal kamu. Penonton tidak cuma ada di bioskop saja. Sukses diukur dari macam-macam,'' ucapnya.
Satu pesan Garin Nugroho adalah untuk menanggapi kritik melalui kemarahan yang produktif. ''Boleh marah, tapi selalu transformasi setiap kekurangan dengan kemampuan belajar,'' tutupnya.
Diskusi film yang menyenangkan, bukan? Sukses selalu dengan film-filmnya Garin Nugroho.
Berita Terkait
-
Cine-Concert Samsara: Sebuah Simfoni Cahaya dan Suara
-
Identitas Sinema Asia Terjawab di JAFF 2024: Yohanna Sabet 5 Piala, Happyend Bawa Pulang Golden Hanoman
-
Euforia JAFF MARKET 2024: Pasar Film Pertama di Indonesia Rengkuh Capaian Memuaskan
-
Review Film Crocodile Tears: Cinta Hadir Dalam Bentuk yang Beragam
-
Masterclass dan Kerjasama Strategis, MAGMA Perkuat Fondasi untuk Berkarya
Tag
Terpopuler
-
Fadly Faisal Dihujat gegara Belakangi Wajah Duta SO7 saat Tampil, Dibela Fans: Sombong dari Mana Sih?
-
Foto Bareng Keanu Massaid di Barcelona, Angelina Sondakh Ingat Adjie Massaid: Senyumnya Mirip!
-
Terlihat Tegar, Geni Faruk Pernah Nangis Ngeluh Capek Punya 11 Anak
-
Tarif Band Gilga Sahid Suami Happy Asmara Capai Rp310 Juta per Manggung, Tuai Sindiran Pedas: Berasa Sekelas Agnez Mo
-
Uut Permatasari Goyang Erotis Padahal Istri Perwira Polisi: Walaupun Kamu Artis, Tolong Kurangi!
Terkini
-
Muda dan Bergerak: Pameran Moda-Modif Dipersembahkan di Galeri Rumah DAS
-
Next Generation Visinema: Michael Rainheart dan Febri Darmayanti, Wajah Baru Perfilman Indonesia Lewat 'Hutang Nyawa'
-
Cine-Concert Samsara: Sebuah Simfoni Cahaya dan Suara
-
Kenali Ciri-ciri Pasangan Red Flag Seperti Arya yang Diperankan Ibrahim Risyad, Jangan Sampai Terjebak dan Menyesal!
-
Identitas Sinema Asia Terjawab di JAFF 2024: Yohanna Sabet 5 Piala, Happyend Bawa Pulang Golden Hanoman