Riki Chandra | MataMata.com
Ilustrasi petugas medis mempersiapkan suntikan PCV untuk balita. [Dok.Antara]

Matamata.com - Pneumonia atau infeksi paru-paru akibat berbagai jenis bakteri termasuk streptococcus pneumoniae, virus atau jamur, bisa membahayakan jiwa seiring terganggunya fungsi paru. Hal itu dipaparkan Anggota Komite Ahli tuberkulosis Kementerian Kesehatan Dr. dr. Nastiti Kaswandani, Sp.A(K).

"Menyebabkan anak tanpa sesak sehingga kalau berlanjut maka terjadi kekurangan oksigen di semua organ, sehingga menyebabkan kematian," kata Nastiti, Kamis (11/1/2024).

Infeksi pada paru menyebabkan terjadi akumulasi cairan di rongga atau kantong paru sehingga dengan banyaknya cairan, kantung paru terisi cairan menyebabkan terjadi gangguan fungsi penyerapan oksigen.

Nastiti mengatakan, pneumonia merupakan penyebab kematian balita tertinggi. Pada 2018, penyakit itu merenggut nyawa lebih dari 18.000 anak balita di seluruh dunia.

Sebagian besar kematian akibat pneumonia terjadi pada anak berusia di bawah dua tahun dan nyaris 153.000 kematian terjadi pada bulan pertama kehidupan.

Pneumonia mudah menyebar seperti halnya COVID-19 dan mycoplasma pneumoniae yang dapat ditularkan secara mudah melalui droplet atau percikan ludah atau air liur dan batuk, dengan gejala diawali batuk, demam, lalu gejala saluran napas lainnya seperti pilek, hidung tersumbat.

"Ketika sudah mengenai jaringan paru, maka akan timbul gejala-gejala seperti napas menjadi cepat, ngos-ngosan. Ada tarikan dinding dada pada saat bernapas, itu merupakan gejala pneumonia yang harus membuat orangtua membawa anaknya ke rumah sakit," Nastiti menjelaskan.

Bayi yang lahir prematur atau memiliki berat lahir rendah, tidak mendapatkan imunisasi lengkap, mengalami gizi buruk, lalu tidak mendapatkan ASI eksklusif merupakan faktor risiko anak terkena pneumonia.

Load More