Matamata.com - Kementerian Dalam Negeri meminta pemerintah daerah mengambil langkah cepat untuk menahan kenaikan harga bahan pangan yang mulai merangkak naik di berbagai wilayah.
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto di Jakarta, Senin, menyatakan bahwa lonjakan permintaan akibat beroperasinya dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi salah satu faktor pemicu kenaikan harga pangan yang berpotensi menambah tekanan inflasi.
Bima memaparkan, inflasi nasional pada Oktober 2025 masih relatif terkendali sebesar 2,86 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
"Untuk inflasi nasional secara bulanan atau month-to-month (m-to-m) mencapai 0,28 persen, naik dibandingkan September 2025," ujarnya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar secara hybrid dari Kantor Pusat Kemendagri.
Ia merinci, inflasi tahunan tertinggi di tingkat provinsi terjadi di Sumatera Utara sebesar 4,97 persen, sementara yang terendah di Papua sebesar 0,53 persen.
Pada level kabupaten/kota, Kerinci mencatat inflasi tahunan tertinggi sebesar 6,70 persen, sedangkan Kota Bandar Lampung menjadi yang terendah dengan 0,43 persen. Kabupaten Halmahera Tengah bahkan mengalami deflasi 0,19 persen.
Menurut Bima, dorongan inflasi saat ini terutama berasal dari kenaikan harga emas yang terus meningkat akibat kondisi global, serta beberapa komoditas pangan seperti bawang merah, cabai merah, dan telur ayam.
"Emas adalah penyumbang utama inflasi pada Oktober. Namun, ada 12 daerah yang bahan pangan mengalami kenaikan, terutama telur ayam ras, karena suplai yang meningkat dari SPPG MBG. Jadi, artinya daerah harus memperbanyak suplai dan menggenjot produksi," ujarnya.
Ia meminta daerah yang terdampak kenaikan harga telur akibat tingginya permintaan segera meningkatkan produksi agar harga kembali stabil. Bima menyebut terdapat 11 kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga telur ayam ras, yakni Sambas, Pringsewu, Sanggau, Minahasa, Mempawah, Banyuasin, Jombang, Jembrana, Bengkayang, Pidie Jaya, dan Kota Solok.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan bahwa emas perhiasan mencatat inflasi tahunan selama 45 bulan berturut-turut sejak Februari 2022. Emas juga berkontribusi 0,68 persen terhadap inflasi pada Oktober 2025.
"Inflasi emas perhiasan Oktober 2025 sebesar 52,76 persen dan andil inflasi 0,68 persen, merupakan inflasi tertinggi sejak 45 bulan berturut-turut sejak Februari 2022," kata Amalia.
Ia menjelaskan bahwa emas menjadi aset "safe haven" sehingga harganya sangat dipengaruhi dinamika geopolitik dan geoekonomi global.
"Sisi inflasi di Indonesia harga yang diterima konsumen sangat dipengaruhi fluktuasi perkembangan harga emas. Artinya harga emas yang diterima konsumen, selaras dengan harga emas di pasar internasional," ujarnya.
Meski begitu, Amalia menilai pengendalian inflasi oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) cukup berhasil. Ia menyebut bahwa dari inflasi bulanan 0,28 persen, sebesar 0,21 persen berasal dari emas.
"Artinya inflasi kita itu sebenarnya 0,7 persen jika dihitung tanpa kontribusi emas. Pengendalian inflasi kita cukup baik, dari sisi mengendalikan inflasi di luar komponen emas," katanya.
Amalia menekankan bahwa pemerintah daerah perlu memfokuskan pengendalian inflasi pada komoditas yang bisa diintervensi, terutama bahan pangan. Kendali harga emas, kata dia, berada di luar kapasitas pemerintah.
"Tapi, jika kita bisa fokus pada komponen lain, yang berhasil kita kendalikan inflasi itu pada 0,7 persen," ujarnya.
Ia juga merekomendasikan agar daerah terus menekan harga komoditas strategis seperti beras, cabai merah, cabai rawit, dan telur ayam, terutama di wilayah dengan Indeks Perkembangan Harga (IPH) yang meningkat, seperti Sumatera Barat, Papua Barat Daya, Papua Pegunungan, Papua Tengah, dan Sulawesi Tenggara. (Antara)
Berita Terkait
-
Prabowo Ingatkan Pemda Waspada Perubahan Iklim saat Tinjau Lokasi Banjir
-
DPR RI Distribusikan 98 Ton Bibit Jagung untuk Dongkrak Produksi di Muna dan Mubar
-
Menko Pangan Ajak Publik Dukung Program MBG: Dorong Gizi Anak, Gerakkan Ekonomi Rakyat
-
Wamentan Sudaryono: Hentikan Alih Fungsi Lahan demi Hindari Krisis Pangan
-
Legislator Usulkan Kementerian Pangan untuk Benahi Tata Kelola Nasional
Terpopuler
-
DPR Ajak Publik Terlibat Aktif dalam Revisi UU Kehutanan untuk Atasi Kerusakan Hutan
-
Pemerintah Bidik Swasembada Gula, Telur, dan Ayam pada 2026 Usai Amankan BerasJagung
-
Film Dokumenter Gestures of Care Tayang di JAFF 2025, Tingkatkan Kesadaran tentang Kebakaran Hutan di Kalimantan
-
Yusril Buka Peluang Jepang Ajukan Transfer Napi, Bahas Visa hingga Kerja Sama Hukum
-
Gus Ipul: Donasi Bencana Boleh Dibuka Siapa Saja, Asal Transparan dan Bisa Dipertanggungjawabkan
Terkini
-
DPR Ajak Publik Terlibat Aktif dalam Revisi UU Kehutanan untuk Atasi Kerusakan Hutan
-
Pemerintah Bidik Swasembada Gula, Telur, dan Ayam pada 2026 Usai Amankan BerasJagung
-
Yusril Buka Peluang Jepang Ajukan Transfer Napi, Bahas Visa hingga Kerja Sama Hukum
-
Gus Ipul: Donasi Bencana Boleh Dibuka Siapa Saja, Asal Transparan dan Bisa Dipertanggungjawabkan
-
Golkar Tekankan Legislator Daerah Harus Sigap Hadapi Bencana