Matamata.com - Berkomitmen untuk tumbuh sehat bersama masyarakat, perhelatan Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2024 resmi ditutup. JAFF ke-19 ditutup bersama kemeriahan nan hujan bukan halangan pada Sabtu (8/12/2024) di Empire XXI, Yogyakarta.
Berlangsung selama delapan hari sejak Sabtu (30/11/2024), JAFF 2024 mencatat rekor dengan pengunjung terbanyak mencapai angka lebih dari 24.000 orang. Sebelumnya, JAFF ke-18 yang digelar pada tahun 2023 dihadiri sekitar 20.444 orang.
Kenaikan secara angka yang signifikan ini turut dirayakan oleh Ifa Isfansyah, Direktur Jogja-NETPAC Asian Film Festival.
Baca Juga:
Sutradara Irham Acho Garap Film Kuliner Khas Makassar, 'Coto Vs Konro' yang Sudah Mendunia
“JAFF yang semakin dewasa ini terasa juga dari respon semua penonton dan pesertanya di tahun ini. Semoga semua bentuk antusiasme dan umpan balik dari semua peserta JAFF19 ini turut menjadi pendorong dan penggerak semakin bergairahnya perfilman Indonesia selama setahun mendatang,” ujar Ifa dalam rilis yang diterima oleh Matamata.com.
Secara garis besar, JAFF menyajikan program-program yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun setidaknya ada empat program yang digaris bawahi dan memperoleh antusias yang besar dari para pengunjung.
Pertama, ada program Nocturnal yang kembali dihidupkan. Program ini berfokus pada penayangan film tengah malam atau dikenal dengan midnight show. Kemudian Layar Anak Indonesiana disajikan bersama tontonan-tontonan yang ramah bagi keluarga.
Baca Juga:
Band J-ROCKS dan Ragnarok Classic Ajak Gamer Bernostalgia Lewat Lagu 'Wanna Be Free'
Program ketiga adalah program yang begitu spesial, menghadirkan konser sinematik hingga kolaborasi dua musisi, Kunto Aji dan Sal Priadi. Selain kolaborasi tersebut, konser sinematik Samsara yang digelar di GIK UGM tak kalah memukau para penonton.
Membersamai ketiga program tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh Ajish Dibyo selaku Direktur Eksekutif JAFF, program Bioskop Bisik ikut hadir untuk menjadi wadah sinematik yang mengedepankan inklusivitas.
“Tahun ini kami kembali menghadirkan Bioskop Bisik untuk teman-teman buta dan tuli dengan berharap inklusivitas festival yang menjadi karakter JAFF dapat terus terjaga dan dilakukan secara
konsisten,” tutur Ajish Dibyo, Direktur Eksekutif JAFF.
Baca Juga:
Rajut Kenangan Bersama Sinema: Pembukaan JAFF 2024 Dirayakan dengan Rintikan Hujan
Akhirnya, saat malam tiba menemani pengunjung di penghujung hari Sabtu, para sineas yang berhasil membawa pulang penghargaan diumumkan.
Penghargaan yang masuk ke dalam kategori Main Competition, Golden Hanoman dimenangkan oleh film asal Jepang, Happyend. Film yang diarahkan oleh Neo Sora ini merupakan sebuah penghormatan kepada pemuda Jepang yang menolak diam menghadapi sistem yang semakin melindas hidup mereka, sembari mendambakan kebebasan.
Lebih lanjut, daftar dari pemenang JAFF 2024 dapat ditilik di bawah ini:
Baca Juga:
Putri Marino Menangkan Best Performance di JAFF 2021
MAIN COMPETITION
Golden Hanoman: Happyend oleh Neo Sora
Silver Hanoman: Viet and Nam oleh Trng Minh Quý
NETPAC AWARD
Ma - Cry of Silence oleh The Maw Naing
BLENCONG AWARD
When The Wind Rises oleh Hung Chen
SPECIAL MENTION FOR LIGHT OF ASIA SECTION
Anita, Lost in The News oleh Behzad Nalbandi
INDONESIAN SCREEN AWARDS
Best Film - Yohanna oleh Razka Robby Ertanto
Best Directing - Razka Robby Ertanto dalam Yohanna
Best Storytelling - Yohanna oleh Razka Robby Ertanto
Best Performance - Laura Basuki, Kirana Putri Grasela, Iqua Tahlequa dalam Yohanna
Odyssey Flores - Yohanna oleh Razka Robby Ertanto
Best Editing - Queen of Witchcraft oleh Akhmad Fesdi Anggoro
GEBER AWARD
Ma - Cry of Silence oleh The Maw Naing
JAFF STUDENT AWARD
When The Wind Rises oleh Hung Chen
Meski cukup beragam, dominasi tampak dari film Yohanna karya Razka Robby Ertanto yang menyabet lima dari enam penghargaan di INDONESIAN SCREEN AWARDS. Yohanna sendiri menaruh perhatian pada kisah seorang biarawati dalam pencarian jati diri ketika keyakinan mulai terkikis secara perlahan.
Berlatar belakang di Sumba, Nusa Tenggara Timur, film Yohanna menjadi film kedua Robby Ertanto usai Ave Maria yang menitikberatkan pada perjalanan hidup seorang biarawati. Terkait kemenangannya, Robby menyebut soal bonus dari kerja keras bersama timnya selama ini dengan penuh rasa bungah.
"Sangat berharga ya, karena penghargaan ini adalah bonus dari kerja keras kita semua. Kita semua berkolaborasi bersama, berjuang menghasilkan cerita dan akhirnya dapat penghargaan ini, senang sekali," ujar Robby kepada Matamata.com, Sabtu (8/12/2024).
Beranjak dari Indonesian Screen Awards, film asal Myanmar, Ma - Cry of Silence juga turut mencuri perhatian. Menyuarakan isu besar berbalut cerita sederhana, film arahan The Maw Naing ini berhasil menggelitik juri mengenai kejamnya sistem yang memenjarakan sekelompok pekerja remaja.
Film ini membawa pulang dua penghargaan yaitu NETPAC Award dan GEBER Award.
Kemenangan Ma - Cry of Silence, Yohanna, Happyend, maupun film-film lainnya semakin menegaskan karakter yang dimiliki oleh sinema Asia. Begitu pula dengan karakter yang ditinggalkan oleh film-film Asia lain yang ditayangkan di JAFF 2024 yang tak membawa pulang penghargaan.
Mengangkat tema Metanoia, JAFF 2024 ini mencoba menunjukkan bukti dari daya tahan sinema Asia yang terus terus hadir dan terbuka ketika berhadapan dengan banyaknya perubahan serta tantangan.
Kepada Matamata.com, Budi Irawanto selaku Presiden JAFF menjelaskan bahwa keberhasilan dari sinema Asia terutama di JAFF 2024 ini, terlihat dari tidak munculnya kesan 'film propaganda' ketika menonton karya-karya yang ditampilkan.
"Kalau kita lihat beberapa film yang masuk ke JAFF, terlihat sekali bagaimana film tersebut memberikan perhatian pada isu mengenai perempuan, imigran, kelompok-kelompok minoritas yang kemudian diolah menjadi karya sinematik tanpa jatuh menjadi film propaganda," terang Budi.
Menurut Budi, film-film Asia memiliki karakter yang berbeda dalam merespons isu atau konteks yang terjadi di sekitar.
"Menurut saya ini yang menarik, bagaimana film Asia ini mencoba menunjukkan karakternya yang distinctive atau berbeda dalam merespons berbagai macam masalah yang ada di sekitar, atau konteks di mana film tersebut diproduksi," kata Budi menyambung.
Sebagai penutup, Budi pun berharap JAFF bisa menjadi wadah untuk pertumbuhan sinema Asia ke depannya tanpa harus bertekuk lutut di hadapan film-film di luar Asia. Tentu saja sembari menunjukkan perubahan mutakhir yang ada.
JAFF 2024 telah berlalu, sampai jumpa di JAFF ke-20 pada tahun 2025!
Berita Terkait
-
Cine-Concert Samsara: Sebuah Simfoni Cahaya dan Suara
-
Euforia JAFF MARKET 2024: Pasar Film Pertama di Indonesia Rengkuh Capaian Memuaskan
-
Review Film Crocodile Tears: Cinta Hadir Dalam Bentuk yang Beragam
-
Masterclass dan Kerjasama Strategis, MAGMA Perkuat Fondasi untuk Berkarya
-
Langkah Panjang MAGMA Entertainment: Dari Qodrat-Verse hingga Kisah Horor Baru
Tag
Terpopuler
-
Fadly Faisal Dihujat gegara Belakangi Wajah Duta SO7 saat Tampil, Dibela Fans: Sombong dari Mana Sih?
-
Foto Bareng Keanu Massaid di Barcelona, Angelina Sondakh Ingat Adjie Massaid: Senyumnya Mirip!
-
Terlihat Tegar, Geni Faruk Pernah Nangis Ngeluh Capek Punya 11 Anak
-
Tarif Band Gilga Sahid Suami Happy Asmara Capai Rp310 Juta per Manggung, Tuai Sindiran Pedas: Berasa Sekelas Agnez Mo
-
Uut Permatasari Goyang Erotis Padahal Istri Perwira Polisi: Walaupun Kamu Artis, Tolong Kurangi!
Terkini
-
Next Generation Visinema: Michael Rainheart dan Febri Darmayanti, Wajah Baru Perfilman Indonesia Lewat 'Hutang Nyawa'
-
Cine-Concert Samsara: Sebuah Simfoni Cahaya dan Suara
-
Kenali Ciri-ciri Pasangan Red Flag Seperti Arya yang Diperankan Ibrahim Risyad, Jangan Sampai Terjebak dan Menyesal!
-
Euforia JAFF MARKET 2024: Pasar Film Pertama di Indonesia Rengkuh Capaian Memuaskan
-
Review Film Crocodile Tears: Cinta Hadir Dalam Bentuk yang Beragam