Riki Chandra | MataMata.com
Pengamat Militer Al Araf menanggapi kekerasan relawan Ganjar-Mahfud dalam diskusi publik bertajuk “Knalpot Brong Vs Tentara” di Jakarta, Kamis (4/1/2024). [Dok.Antara]

Masalah ketiga ialah soal peristiwa penganiayaan oknum TNI Angkatan Darat kepada relawan Ganjar-Mahfud saat kampanye di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.

Araf menduga ada dugaan kekerasan politik di dalamnya dibandingkan sekadar mempermasalahkan soal knalpot bising atau brong saja.

"Sekarang ini, yang harus didorong adalah Komnas HAM-nya, jangan diam saja, tidak tahu. Jangan ketularan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) yang menurut saya sulit untuk bisa diharapkan mengawasi pemilu," kata ketua Badan Pengurus Centra Initiative itu.

Sementara itu, pengamat soal pertahanan, militer, dan intelijen Connie Rahakundini Bakrie menambahkan kemunculan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres juga "mempermalukan" institusi MK.

Hal itu karena aturan yang disahkan melalui Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 menyatakan batas usia minimal capres dan cawapres paling rendah 40 tahun atau pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.

Connie menilai putusan MK itu problematik dan tidak netral, karena jelas ada kepentingan pihak tertentu di situ.

Terkait masalah Mayor Teddy di debat capres-cawapres, Connie menyayangkan panglima TNI dan Bawaslu sama-sama enggan mengakui bahwa duduknya ajudan Prabowo itu di deretan pendukung capres nomor urut dua tersebut sudah jelas melanggar hukum karena dari cara berpakaiannya sama dengan relawan.

"Saya yakin betul bahwa yuristokrasi itu berbahaya. Karena itulah, memang presiden, sekali lagi saya sarankan, presiden cuti saja atau Mas Gibran dibatalkan jadi cawapres kan masih ada waktu sekitar 42 hari lagi," ujar Connie.

Load More