Baktora | MataMata.com
Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka di debat cawapres, Jumat (22/12/2023). (Instagram/@prabowo)

Matamata.com - Sejumlah kepala desa (kades) di Ambon, Maluku dituding melanggar Undang-Undang (UU) Pemilu usai bertemu cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka beberapa waktul lalu.

Hal itu menjadi kritikan menyusul adanya ketidaknetralitas ASN dalam hal ini kepala desa yang notabene sebagai PNS. Hal itu tentu mencoreng ASN sendiri yang dalam UU Pemilu dilarang untuk memberikan dukungan atau berafiliasi selama kampanye.

Gibran Rakabuming Raka, sudah mengetahui dengan dugaan pelanggaran tersebut. Namun dirinya tak mempersoalkan jika Bawaslu akan memeriksa, bahkan ia menyerahkan ke Bawaslu.

Baca Juga:
Putra Bungsu Jokowi Sebut Prabowo-Gibran Harus Menang Pilpres 2024 Satu Putaran: Bukan Satu Kali Ya!

"Iya serahin ke Bawaslu, nanti kan didalami sama mereka," terang Gibran dikutip, Minggu (14/1/2024).

Sebanyak 30 kades di Maluku Tengah dan Kota Ambon terdeteksi oleh Bawaslu melakukan dugaan pelanggaran UU Pemilu.

Seluruh kades dianggap menyalahi aturan Pasal 280 UU nomor 7/2017 tentang Pemilu. Dugaan pelanggaran itu juga dikuatkan dengan pernyataan dukungan para kades terhadap paslon nomor urut 2 ketika Gibran berada di Ambon pada 8 Januari 2024 kemarin.

Baca Juga:
Khofifah Gabung TKN Prabowo-Gibran, Target Suara Kemenangan di Jawa Timur Tak Main-main

Komisioner Divisi Hukum Bawaslu Maluku, Samson Ninilouw menjelaskan bahwa jelas dalam UU tersebut kades dilarang menyatakan dukungan.

"Dari UU itu [nomor 7/2017] disebutkan melibatkan kepala desa atau perangkat desa itu masuk ranah pelanggaran," kata dia.

Samson melanjutkan bahwa indikasi kuatnya, para kades menyalahi aturan dan dianggap melanggar. Meski begitu, Samson menyatakan bahwa hal itu belum final.

Baca Juga:
Prabowo Subianto jadi 'Samsak' Pendukung Lawan usai Debat Capres, Gibran Rakabuming Raka Kasih Kode Ini untuk Relawannya

Bawaslu Maluku juga mengantongi sejumlah bukti. Di antaranya, dokumentasi hasil pengawasan, daftar hadir dan alat bukti lain.

"Kita lihat juga apakah ada indikasi mengarah ke aksi pidana atau tidak. Termasuk ada persoalan administrasi yang kemudian mereka langgar dari pasal 280," terang dia.

Seperti diketahui, pelanggaran pemilu menjelang pemungutan suara termasuk masa kampanye paling banyak ditemukan. Tak hanya periode Pemilu 2024 ini, sebelumnya pada periode 2019 pun dugaan pelanggaran ini kerap muncul.

Sayangnya dugaan pelanggaran hingga sanksi dan hukuman yang dibebankan terhadap terlapor jarang tuntas. Hal ini tentu menjadi pertanyaan besar terhadap keseriusan Bawaslu dalam menyelesaikan pelanggaran.

Di sisi lain, pelanggaran money politic juga cukup rawan digunakan. Alih-alih membagikan bingkisan, hal ini juga kerap dilakukan salah satu tim hingga caleg yang maju di Dapil masing-masing daerah.

Load More