Baktora | MataMata.com
Tangkapan layar saat Anies Baswedan mengangkat jari telunjuknya ketika berkunjung ke Ponpes Daarul Ma'arif, Indramayu, Jawa Barat. (Instagram/@aniesbaswedan)

Matamata.com - Kampanye para kandidat capres-cawapres menuju Pilpres 2024 mulai terlihat ramai. Kedatangan para capres-cawapres terlihat sudah disambut antusias oleh warga.

Termasuk di pondok pesantren (ponpes). Banyaknya santri yang menuntut ilmu agama tersebut kerap menjadi sasaran kandidat untuk mempersuasi mereka ketika kampanye, seperti yang dilakukan capres nomor urut 1, Anies Baswedan.

Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut, baru-baru ini melakukan kampanye di Ponpes Daarul Ma'arif, Indramayu, Jawa Barat. Anies Baswedan terlihat mengangkat jari telunjuknya ketika bersholawat. Diiringi dengan musik qosidahan, Anies juga didoakan ketika mengikuti kegiatan tersebut.

Baca Juga:
Tudingan Prabowo Pakai Helikopter saat Kunjungi Korban Erupsi Gunung Marapi, TKN Sebut Tak Ada Unsur Kampanye

Lalu bagaimana aturan melakukan kampanye di pondok pesantren?, yang notabene adalah lembaga pendidikan agama paling tua yang ada di Indonesia.

Membahas terkait aturan tersebut, harus membuka lagi Peraturan KPU Nomor 15/2023 tentang Kampanye yang masih memuat Pasal 280 UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu. Sejauh ini warga banyak memahami jika berkampanye di lingkungan pendidikan dilarang. Termasuk juga memasang atribut atau Alat Peraga Kampanye (APK).

Kendati begitu, aturan tersebut sudah berubah setelah Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang mengubah norma Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Nomor 7/2017 bahwa pelaksana, peserta termasuk tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.

Baca Juga:
Anies Baswedan Bicara Soal Survei yang Sebut Elektabilitasnya Rendah: Emang Ada yang Disurvei?

Komisioner KPU RI, Idham Holik menuturkan bahwa dari hasil putusan MK itu sudah bersifat final dan mengikat. Artinya kandidat capres-cawapres diperbolehkan kampanye namun dengan tidak menenteng atribut dan mendapat izin dari pimpinan ponpes.

"KPU menyesuaikan peraturan teknis KPU. Putusan MK sifatnya final dan mengikat. Nanti KPU akan melakukan perbaikan peraturan," sebut Holik dikutip, Senin (11/12/2023).

Meski sudah ada putusan dari MK, revisi pertaturan tersebut masih dalam bentuk draf. Artinya KPU akan berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah sebelum mengundangkan revisi itu.

Baca Juga:
Ditantang Mahasiswa Lawan Oligarki jika Menang di Pilpres, Anies Baswedan: Yang Saya Lawan Ketidakadilan

Maka dari itu, maraknya kampanye ke ponpes-ponpes saat ini menjadi sasaran yang cukup baik bagi kandidat capres dan cawapres.

Upaya ini pun bisa dilakukan untuk menarik pemilih muda yang sudah memenuhi syarat menggunakan hak suaranya. Kendati begitu, kampanye di Ponpes masih menjadi perdebatan.

Bukan tanpa alasan, aturan soal izin yang diberikan dari penanggung jawab ponpes kepada kandidat tentu hanya berkenan menerima 1 paslon saja yang boleh berkunjung. Dengan kata lain, penanggung jawab ponpes bisa jadi sudah memilih, atau menentukan siapa kandidat yang akan dipilih, sehingga santri-santri hanya mengetahui satu sosok capres atau cawapres saja yang bisa dipilih.

Aturan ini pun juga perlu direvisi secara detail jika nantinya akan ditetapkan oleh KPU. Meski tak membawa atribut kampanye, masing-masing paslon tentu sudah memiliki kedekatan dengan pemimpin ponpes.

Load More