Riki Chandra | MataMata.com
Warga menaruh bunga mawar di atas sejumlah foto jurnalis peliput konflik Israel di Gaza, Palestina pada aksi damai di Solo, Jawa Tengah, Minggu (17/12/2023). [Dok.Antara]

Laporan tersebut mengatakan pihaknya “sangat prihatin dengan pola yang jelas menargetkan jurnalis dan keluarga mereka oleh pihak militer Israel.”

Juru bicara militer Israel berdalih bahwa pasukannya tidak menargetkan jurnalis.

Sebanyak empat jurnalis Israel dan tiga jurnalis Lebanon, termasuk jurnalis visual Reuters Issam Abdallah, juga terbunuh antara 7 Oktober dan 20 Desember, menurut data CPJ.

Kelompok tersebut, sebuah organisasi nirlaba yang mempromosikan kebebasan pers di seluruh dunia, mengatakan pihaknya sedang menyelidiki lebih lanjut penyebab kematian semua jurnalis.

Terungkap bahwa upaya-upaya tersebut di Gaza terhambat oleh kehancuran yang meluas dan pembunuhan anggota keluarga jurnalis, yang biasanya menjadi sumber bagi penyelidik yang menyelidiki bagaimana para jurnalis tersebut meninggal.

Pelaporan di Gaza sangat dibatasi akibat pemboman Israel yang intens, dengan terputusnya komunikasi berulang kali dan kurangnya makanan, bahan bakar dan perumahan, kata CPJ, seraya menambahkan bahwa jurnalis asing belum dapat mengakses jalur tersebut secara independen selama perang berlangsung.

“Perang Israel-Gaza adalah situasi paling berbahaya bagi jurnalis yang pernah kita lihat, dan angka-angka ini menunjukkan hal itu dengan jelas. Tentara Israel telah membunuh lebih banyak jurnalis dalam 10 pekan dibandingkan tentara atau entitas lain dalam satu tahun," kata Sherif Mansour, koordinator program CPJ di Timur Tengah dan Afrika Utara.

"Dan dengan setiap jurnalis yang terbunuh, perang ini menjadi lebih sulit untuk didokumentasikan dan dipahami," tambahnya.

Load More