Matamata.com - Masalah stunting dan anemia pada anak masih menjadi tantangan gizi serius di Indonesia. Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 mencatat angka stunting sebesar 19,8 persen, sementara satu dari tiga balita mengalami anemia.
Kondisi ini tidak hanya menghambat pertumbuhan fisik, tetapi juga berdampak jangka panjang pada perkembangan kognitif dan produktivitas ekonomi generasi mendatang.
Persoalan gizi ini tidak semata berkaitan dengan kekurangan makan, melainkan juga pola makan yang tidak tepat. Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan yang tidak hanya reaktif tetapi juga sistematis dan menyeluruh.
Tak hanya pemerintah dan sektor kesehatan, pelaku industri pangan kini mulai mengambil peran strategis sebagai bagian dari solusi.
Salah satu contoh nyata adalah program “Generasi Maju Bebas Stunting” dari Sarihusada, yang menggabungkan penyediaan produk bergizi dengan edukasi dan skrining nutrisi bagi keluarga muda di berbagai daerah.
Program ini telah menjangkau lebih dari 8.000 anak di 50 lokasi sejak 2023, dengan langkah konkret seperti pengukuran rutin tinggi dan berat badan, konsultasi dokter, serta pemberian nutrisi yang telah teruji secara klinis.
Ketua Komite Profesor IPB University dan Presiden International College of Nutrition, Prof. Hardinsyah, Ph.D., menilai inisiatif tersebut sebagai wujud nyata kolaborasi antara sektor swasta dan pemerintah dalam meningkatkan kesadaran gizi sejak dini.
Inovasi produk juga menjadi penanda perubahan paradigma. Formulasi zat besi yang dikombinasikan dengan vitamin C untuk penyerapan dua kali lebih cepat, penambahan DHA dan minyak ikan tuna untuk perkembangan otak, serta dosis seimbang vitamin dan mineral menunjukkan pendekatan berbasis sains yang terjangkau masyarakat luas.
Namun, tantangan utama saat ini bukan sekadar memperluas cakupan program, melainkan membangun kesadaran bersama.
Edukasi bagi keluarga muda, sinergi dengan kader posyandu dan bidan desa, serta integrasi data antara sektor swasta dan pemerintah menjadi langkah penting untuk menciptakan sistem deteksi dan intervensi yang terkoordinasi.
Indonesia perlu menggeser cara pandang terhadap kesehatan anak—dari isu domestik menjadi prioritas nasional, dari tanggung jawab individu menuju kolaborasi kolektif. Ketika pelaku usaha turut berperan aktif, sistem kesehatan anak yang tangguh dan inklusif dapat terwujud.
Tantangan gizi adalah persoalan pembangunan jangka panjang yang menuntut empati, sains, dan kolaborasi. Setiap langkah kecil dalam memperbaiki gizi anak sejatinya merupakan investasi besar bagi masa depan bangsa. (Antara)
Berita Terkait
-
Sekjen Liga Muslim Dunia Sampaikan Belasungkawa dan Tawaran Dukungan untuk Korban Banjir Indonesia
-
Indonesia Pecahkan Rekor, Sabet Emas di Kejuaraan Dunia Arung Jeram 2025
-
Bandit Tayang Perdana di JAFF 2025: Drama Aksi tentang Pelarian & Balas Dendam
-
Kadin Minta Pemerintah Perketat Impor Ilegal untuk Selamatkan Industri Tekstil
-
Nickelodeon Playtime Pertama di Asia Tenggara, Siap Meriahkan Liburan bersama Spongebob
Terpopuler
-
Satgas Telusuri Dugaan Kerusakan Hutan Penyebab Banjir dan Longsor di Sumatera
-
ESDM Identifikasi 23 Izin Tambang di Tiga Provinsi Terdampak Banjir dan Longsor
-
Menkeu Siapkan Dana Tambahan, Tunggu BNPB Ajukan Anggaran Penanganan Banjir Sumatera
-
Siswa MTs di Banyuwangi Raih Medali Perak di Olimpiade Sains Junior Internasional Rusia
-
Kemenag dan LPDP Kebut Penyaluran Beasiswa Menjelang Batas Akhir Anggaran 2025
Terkini
-
Satgas Telusuri Dugaan Kerusakan Hutan Penyebab Banjir dan Longsor di Sumatera
-
ESDM Identifikasi 23 Izin Tambang di Tiga Provinsi Terdampak Banjir dan Longsor
-
Menkeu Siapkan Dana Tambahan, Tunggu BNPB Ajukan Anggaran Penanganan Banjir Sumatera
-
Siswa MTs di Banyuwangi Raih Medali Perak di Olimpiade Sains Junior Internasional Rusia
-
Kemenag dan LPDP Kebut Penyaluran Beasiswa Menjelang Batas Akhir Anggaran 2025