Elara | MataMata.com
Menelusuri Jejak Akulturasi Budaya Tionghoa di Tangerang: Dari Teluk Naga hingga Benteng Heritage. (Antara)

Matamata.com - Sungai Cisadane menyambut setiap langkah yang menapak di kawasan Kali Pasir, Tangerang. Aliran air ini menyimpan sejarah panjang kedatangan etnis Tionghoa ke tanah Banten pada abad ke-15.

Rombongan dari Tiongkok yang dipimpin oleh Chen Chi Lung awalnya datang untuk misi diplomatik dan perdagangan. Namun, kapal mereka terdampar di muara Cisadane atau yang kini dikenal dengan Teluk Naga. Perjalanan yang tak terduga itu menjadi awal mula terjadinya akulturasi budaya antara Tionghoa dan masyarakat lokal.

Dengan izin dari Kerajaan Padjajaran, yang kala itu berkuasa di wilayah tersebut, rombongan Chen Chi Lung menetap di sekitar Teluk Naga.

Seiring waktu, hubungan antara pejabat Padjajaran dan perempuan dari rombongan Tiongkok melahirkan keturunan campuran, yang kemudian banyak tinggal di sekitar kawasan Teluk Naga dan benteng peninggalan Belanda, termasuk Benteng Makassar.

Dari sinilah muncul istilah "Cina Benteng", merujuk pada warga keturunan Tionghoa yang menetap di Tangerang.

Bersama Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), ANTARA menelusuri warisan budaya Tionghoa di Tangerang melalui sejumlah situs bersejarah:

1. Klenteng Boen Tek Bio
Terletak tak jauh dari Sungai Cisadane, klenteng yang dibangun pada abad ke-17 ini menjadi salah satu tempat ibadah tertua di Tangerang. Didirikan oleh pedagang Tionghoa, Boen Tek Bio menjadi pusat spiritual sekaligus sosial bagi komunitas Tionghoa, khususnya saat perayaan besar seperti Imlek dan Cap Go Meh.

2. Roemah Boeroeng Tangga Ronggeng
Berlokasi di Jalan Cilangkap No. 44, bangunan bergaya Tiongkok abad ke-18 ini dulunya rumah modiste kebaya encim milik keluarga Pee tau encim Pon. Di tahun 1973, rumah ini sempat dijadikan sarang burung walet, lalu direstorasi pada 2013–2014 oleh budayawan Udaya Halim agar kembali ke bentuk aslinya.

Kini, rumah ini dikenal sebagai Roemah Boeroeng Tangga Ronggeng, sebuah museum kuliner dan ruang budaya yang kerap menggelar acara perayaan Tionghoa seperti Sincia, Cap Go Meh, hingga Peh Cun. Nama "Tangga Ronggeng" berasal dari sejarah adanya tangga untuk penari ronggeng menuju jamban di tepi Sungai Cisadane.

3. Museum Benteng Heritage
Bangunan abad ke-17 yang terletak di kawasan Pasar Lama ini diselamatkan oleh Udaya Halim pada 2009 dan diresmikan sebagai museum pada 11 November 2011. Interiornya masih asli dengan lantai terakota dan plafon kayu. Di dalamnya terdapat berbagai artefak budaya Tionghoa, dari furnitur, porselen, patung dewa, fengshui, kebaya encim, hingga timbangan opium.

Salah satu daya tarik museum ini adalah ukiran batu besar berwarna asli yang tetap terjaga, menambah kekayaan visual dan sejarah dari bangunan ini.

Melalui ketiga situs ini, sejarah akulturasi dan warisan budaya Tionghoa di Tangerang terus hidup dan menjadi bagian penting dari identitas kota, sekaligus jendela bagi generasi muda untuk memahami akar sejarah yang beragam. (Antara)

Load More