Matamata.com - Aktivis gerakan mahasiswa 1998, Haris Rusly Moti, menilai pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Thomas Lembong bukan bentuk keberpihakan pemerintah terhadap pihak tertentu, melainkan langkah merajut kembali persatuan bangsa pasca Pemilu Presiden.
Menurut Haris, langkah Presiden Prabowo tersebut mencerminkan pemahaman mendalam terhadap karakter psikologis masyarakat Indonesia yang masih kental dengan pola hubungan patron-klien.
"Presiden Prabowo sangat paham karakter psikologis rakyat kita yang sangat 'patronistik' dalam hubungan 'patron-klien'. Kerukunan dan persatuan bangsa kita sangat bergantung pada kerukunan para pemimpinnya, pemimpin bangsa, pemimpin agama, pemimpin suku dan adat," ujar Haris di Jakarta, Selasa (5/8).
Ia menambahkan, di tengah tantangan geopolitik, perlambatan ekonomi, dan upaya pemerintah mewujudkan program-program strategis, bangsa Indonesia sangat membutuhkan kerukunan dan kebersamaan. Namun, hal tersebut tidak berarti meniadakan perbedaan pandangan politik.
"Dalam alam demokrasi, perbedaan pandangan itu lumrah, konstitusi UUD 1945 menjamin hal itu. Karena itu kita menyambut positif pandangan politik Ketua Umum PDIP Megawati yang mendukung pemerintah dengan menjadi penyeimbang yang kritis dan konstruktif," ujarnya.
Haris juga mengutip pesan Bung Karno dalam salah satu pidatonya yang menyatakan bahwa kemerdekaan baru bisa diraih setelah bangsa Indonesia bersatu.
“Ratusan tahun lamanya kita berjuang, tapi tidak berhasil meraih kemerdekaan, karena kita tidak bersatu. Tahun 1945 kita dapat memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, itu karena kita bersatu,” kata Haris mengulang pesan Bung Karno.
Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan RI, Haris berharap para pemimpin bangsa dapat menunjukkan teladan dalam menjaga kerukunan dan persatuan.
“Kita berharap Presiden Prabowo dapat bergandengan tangan dengan mantan Presiden Megawati, mantan Presiden SBY, dan mantan Presiden Jokowi,” imbuhnya.
Ia menyoroti bagaimana sejarah politik Indonesia telah lama menciptakan luka dan polarisasi, mulai dari Orde Lama, Orde Baru, hingga era Reformasi. Polarisasi itu, kata Haris, sering kali muncul akibat konflik politik yang berkepanjangan.
"Bangsa kita sepanjang sejarah kemerdekaan dibuat persis makhluk 'kanibal' yang hobi memangsa daging saudara sebangsa. Kita berharap luka-luka sejarah tidak dipelihara dan diwariskan secara turun-temurun yang membentuk genetik konflik dan perpecahan," pungkasnya. (Antara)
Berita Terkait
-
Bamsoet: Keputusan Prabowo Beri Amnesti dan Abolisi Tunjukkan Kepemimpinan Pemersatu
-
Demi Persatuan Bangsa, Presiden Beri Amnesti untuk Hasto dan Abolisi untuk Tom Lembong
-
Bebas Berkat Abolisi, Tom Lembong: Ini Soal Pemulihan Nama Baik
-
Eddy Soeparno Apresiasi Abolisi untuk Tom dan Amnesti bagi Hasto: Langkah Rawat Persatuan Bangsa
-
Aktivis 98 Sebut Penurunan Video Anies Baswedan Aksi Penjegalan: Rakyat Dihantui Pemilu 2024 Berjalan Tak Adil!
Terpopuler
-
Mahasiswa Palangka Raya Nyalakan Seribu Lilin untuk Korban Banjir Sumatera
-
211 Titik Blank Spot di Sulsel Segera Teraliri Internet, Pemerintah Targetkan Aktivasi Akhir Tahun
-
Wapres Gibran Janji Percepatan Penanganan Bencana di Sumut
-
Sekjen Liga Muslim Dunia Sampaikan Belasungkawa dan Tawaran Dukungan untuk Korban Banjir Indonesia
-
Mangkir Dua Kali, Selebgram Lisa Mariana Dijemput Paksa Terkait Video Asusila
Terkini
-
Mahasiswa Palangka Raya Nyalakan Seribu Lilin untuk Korban Banjir Sumatera
-
211 Titik Blank Spot di Sulsel Segera Teraliri Internet, Pemerintah Targetkan Aktivasi Akhir Tahun
-
Wapres Gibran Janji Percepatan Penanganan Bencana di Sumut
-
Sekjen Liga Muslim Dunia Sampaikan Belasungkawa dan Tawaran Dukungan untuk Korban Banjir Indonesia
-
Mangkir Dua Kali, Selebgram Lisa Mariana Dijemput Paksa Terkait Video Asusila