Matamata.com - Meski artis Vanessa Angel dan Avriellia Shaqqila kembali dipulangkan setelah menjalani pemeriksaan pada Minggu (6/1/2019) kemarin, polisi menyebutkan kedua artis itu berpeluang menjadi tersangka.
Saat ini, dua artis yang terlibat dalam kasus prostitusi online itu masih berstatus sebagai saksi dan hanya dikenakan wajib lapor.
"Jika ada temuan baru soal keduanya yang menggunakan tindakan prostitusi ini sebagai penghasilan utama akan kami tetapkan tersangka," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera di Surabaya, seperti dikutip Suara.com dari ANTARA, Senin (7/1/2019).
Meski begitu, Barung mengungkapkan dari pemeriksaan awal selama ini, keduanya mendapatkan penghasilan bukan dari prostitusi, namun dari pekerjaan utamanya sebagai artis dan model.
"Dari bukti yang ada keduanya masih mendapatkan penghasilan sebagai pemain sinetron, model dan lain-lainnya," ucapnya.
Barung mengatakan baik Vannesa Angel maupun Avriellia Shaqqila dikenakan wajib lapor karena hingga saat ini polisi masih membutuhkan keterangan mereka sebagai saksi korban untuk membongkar kasus ini lebih lanjut.
"Itu untuk membongkar tindak pidana prostitusi 'online' ini yang diduga cukup banyak korbannya yang dipasarkan kedua mucikari," kata Barung.
Dari pemeriksaan awal itu, penyewa layanan prostitusi yang ditawarkan itu sudah lebih dulu mentransfer uang sebesar Rp20 juta sebagai "down payment" (DP).
"Dari situ diketahui jika ada uang sebesar Rp80 juta untuk tarif VA ini," kata Barung.
Ancaman hukuman
Seperti dikutip dari HUKUMONLINE.com, tak ada pasal yang bisa digunakan menjerat pengguna PSK maupun PSK dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Ketentuan KUHP hanya bisa digunakan untuk menjerat penyedia PSK/germo/muncikari berdasarkan ketentuan Pasal 296 jo dan Pasal 506 KUHP.
Dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, R. Soesilo menjelaskan pasal ini gunanya untuk memberantas orang-orang yang mengadakan bordil atau tempat-tempat pelacuran. Supaya dapat dihukum, harus dibuktikan bahwa perbuatan itu menjadi pencahariannya atau kebiasaannya.
Berikut bunyi kedua pasal tersebut:
Pasal 296
Barang siapa yang mata pencahariannya atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah.
Pasal 506
Barang siapa sebagai muncikari (souteneur) mengambil keuntungan dari pelacuran perempuan, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun.
Soesilo menjelaskan bahwa mucikari adalah makelar cabul: seorang laki-laki yang hidupnya seolah-olah dibiayai oleh pelacur yang tinggal bersama-sama dengan dia yang dalam pelacuran menolong, mencarikan langganan-langganan dari mana ia mendapat bagiannya.
Apakah pengguna PSK tidak bisa dijerat hukum?
Tak ada ketentuan khusus mengatur tentang pengguna jasa PSK dalam KUHP. Namun jika pelanggan PSK memiliki pasangan mempunyai pasangan resmi alias pernikahan dan kemudian pasangannya tersebut mengadukan perbuatan pasangannya yang memakai jasa PSK, orang yang memakai jasa PSK tersebut dapat dijerat dengan pasal Perzinahan dalam Pasal 284 KUHP.
Mengenai pasal ini, R. Soesilo menjelaskan yang dimaksud dengan zinah adalah persetubuhan yang dilakukan laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan isteri atau suaminya.
Supaya masuk pasal ini, persetubuhan itu harus dilakukan dengan suka sama suka, tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak.
Tapi, di beberapa peraturan daerah ada sanksi pidana bagi pengguna PSK. Sebagai contoh adalah Pasal 42 ayat (2) Peraturan Daerah Propinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (Perda DKI 8/2007).
Pasal 42 ayat (2) Perda DKI 8/2007:
Setiap orang dilarang:
1. menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi penjaja seks komersial;
2. menjadi penjaja seks komersial;
3. memakai jasa penjaja seks komersial.
Barangsiapa melanggar ketentuan ini, dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 20 hari dan paling lama 90 hari atau denda paling sedikit Rp 500 ribu dan paling banyak Rp 30 juta.
Jadi, ketentuan KUHP hanya dapat digunakan untuk menjerat germo/mucikari/penyedia PSK. Pasal yang dapat digunakan untuk menjerat pemakai/pengguna PSK diatur dalam peraturan daerah masing-masing.
Berita Terkait
-
Viral! Niat Berobat ke Penang, Tiktoker Ini Kaget Lihat Antrean Imigrasi Bandara Penang
-
Surabaya Rancang Jam Malam untuk Anak, Cegah Tawuran dan Kenakalan Remaja
-
KPK Sita Dua Rumah Mewah di Surabaya dan Mojokerto Terkait Korupsi Dana Hibah Jatim
-
Eko Patrio Beri Restu kepada Verrell Bramasta dan Fuji: Sudah Bukan Zamannya Main-main Lagi
-
Kampung Berseri Astra Keputih Hijaukan Lingkungan Surabaya
Terpopuler
-
Mahasiswa Palangka Raya Nyalakan Seribu Lilin untuk Korban Banjir Sumatera
-
211 Titik Blank Spot di Sulsel Segera Teraliri Internet, Pemerintah Targetkan Aktivasi Akhir Tahun
-
Wapres Gibran Janji Percepatan Penanganan Bencana di Sumut
-
Sekjen Liga Muslim Dunia Sampaikan Belasungkawa dan Tawaran Dukungan untuk Korban Banjir Indonesia
-
Mangkir Dua Kali, Selebgram Lisa Mariana Dijemput Paksa Terkait Video Asusila
Terkini
-
Bandit Tayang Perdana di JAFF 2025: Drama Aksi tentang Pelarian & Balas Dendam
-
Bukan Sekadar Nostalgia: Ini 3 Alasan Setting Film 'Rangga & Cinta' Tetap di Tahun 2000-an
-
LAKON Indonesia Membawa Warisan dan Inovasi ke Panggung Utama Osaka World Expo
-
Siapa Rachquel Nesia? Aktris Muda yang Baru Resmi Menikah dengan Kevin Royano
-
Tak Perlu Bingung, Ini 5 Tips Mengunjungi Universal Studio Japan Saat Peak Season