Matamata.com - Rusia membantah kabar akan menggelar pembicaraan perdamaian dengan Ukraina di Jenewa. Bantahan itu ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov.
"Ukraina tidak berhak memutuskan kapan harus mulai membicarakan secara serius mengenai kondisi realistis guna mengakhiri konflik ini," kata Sergey dalam konferensi pers di Moskow pada Kamis waktu setempat.
"Penting sekali membahas kondisi-kondisi untuk mengakhiri konflik di Ukraina bersama Barat, namun negara-negara Barat tidak tertarik pada soal ini. Mereka sama sekali tak membahas penyelesaian konflik," kata Lavrov.
Dia menegaskan, Barat hanya mengenal gagasan gencatan senjata guna memberi kesempatan kepada Ukraina untuk mempersenjatai kembali.
Menurut Lavrov, konflik tersebut seharusnya sudah bisa diselesaikan beberapa tahun lalu. Namun, Barat tidak membolehkannya.
Sebaliknya, Barat malah mendorong Ukraina agar semakin agresif melancarkan serangan ke dalam wilayah Rusia, kata dia.
Baca Juga:
Dinar Candy Curhat Usai Dituding Pelakor, Reaksi Denise Chariesta Banjir Pujian: Pendengar Yang Baik
Dia mengkritik militer Ukraina karena menempatkan sistem pertahanan udara di daerah permukiman sehingga warga sipil menjadi tamengnya.
"Hal ini terjadi terus menerus," kata Lavrov.
Lavrov menegaskan tentara Rusia berkomitmen menghormati norma-norma kemanusiaan internasional dan hanya menggunakan senjata presisi tinggi untuk membidik sasaran-sasaran militer.
Baca Juga:
Terima Lagi Suami Selingkuh, Dewi Perssik Ogah Tiru Lady Nayoan: Ih Sorry Aku Terlalu Mahal Say
Lavrov mengatakan pengalaman di Afganistan, Irak dan Libya membuatnya beranggapan Ukraina juga akan mengalami nasib yang sama.
Dia menyebutkan retorika-retorika negara-negara Barat telah berubah, dengan berganti dari mendukung Kiev selama diperlukan menjadi mendukung selama memungkinkan.
Lavrov mengecam mereka yang menyebut Ukraina menjunjung nilai-nilai demokrasi karena faktnya mereka menganiaya lawan politik, kelompok etnis, dan institusi keagamaan, sementara Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menolak menggelar pemilu pada akhir masa jabatannya tahun ini.
Dia juga menegaskan "operasi militer khusus" telah menyatukan rakyat Rusia, sementara aktivitas industri meningkat drastis meski dijatuhi sanksi.
Lavrov juga mengutip kalimat mantan presiden Ceko Vaclav Klaus yang menyatakan konflik di Ukraina dimulai pada 2008 ketika NATO membuka pintu bagi Ukraina. (Antara)
Berita Terkait
-
The Park Pejaten Hadirkan Pertunjukan Sirkus Rusia
-
Ulya Bule Rusia Mualaf di Indonesia, Momen Ucap Syahadat Dibanjiri Tangis Teman-teman
-
Dituding Agen Asing, Komedian Rusia Maxim Galkin Ditolak Masuk Indonesia
-
Banyak Warga Sipil Tewas, Rusia dan Turki Desak Gencatan Senjata di Jalur Gaza
-
Daftar Paket Bantuan Militer AS untuk Ukraina Senilai Rp 3,1 Triliun, Siap Lawan Rusia!
Terpopuler
-
Fadly Faisal Dihujat gegara Belakangi Wajah Duta SO7 saat Tampil, Dibela Fans: Sombong dari Mana Sih?
-
Foto Bareng Keanu Massaid di Barcelona, Angelina Sondakh Ingat Adjie Massaid: Senyumnya Mirip!
-
Terlihat Tegar, Geni Faruk Pernah Nangis Ngeluh Capek Punya 11 Anak
-
Tarif Band Gilga Sahid Suami Happy Asmara Capai Rp310 Juta per Manggung, Tuai Sindiran Pedas: Berasa Sekelas Agnez Mo
-
Uut Permatasari Goyang Erotis Padahal Istri Perwira Polisi: Walaupun Kamu Artis, Tolong Kurangi!
Terkini
-
Mulianya Bos DRW Skincare Sumbang Rp100 Juta untuk Korban Kebakaran Pasar Kutoarjo
-
Pendapatan Tumbuh 40 Persen Sepanjang 2023, Arkadia Digital Media Siapkan Strategi Tingkatkan Kinerja
-
Sebut Presiden Boleh Kampanye, Jokowi Diingatkan Bagaimana SBY Memimpin Dulu
-
Foto Dirinya Menghadap Jokowi di Jogja jadi Sorotan, Kaesang Pangarep Bocorkan Isi Perbincangannya
-
Tanggapi soal Ramai Salam 4 Jari, Anies Baswedan Yakin Masyarakat Butuh Perubahan Besar