Dokter Tirta. (Instagram/@dr.tirta)

Matamata.com - Tirta Mandira Hudhi seorang dokter yang aktif menyuarakan COVID-19 itu blak-blakan menceritakan kisah hidupnya yang pilu. Dalam acara talkshow salah satu stasiun TV swasta pada 10 Oktober lalu, pria asal Solo itu mengaku jika ia lahir di keluarga beda agama.

Sang ayah pribumi yang bekerja sebagai petani dan seorang muslim. Sementara sang ibu adalah keturunan Tionghoa yang merupakan non muslim. Kehidupan keluarga dokter Tirta yang merupakan anak tunggal itu sempat mengalami kesulitan keuangan.

Dokter Tirta (Instagram/@drtirtaofficial)

“Aku lahir dalam kondisi yang jujur enggak enak ya. Bapakku adalah seorang petani, dia Jawa dan Muslim. Ibuku keturunan China, dia lulusan pertanian tapi karena enggak ada duit, dia jadi karyawan tapi Non Muslim. Mereka nikah melahirkan aku anak tunggal,” ucap Tirta.

Ia mengingat kejadian menyakitkan dalam hidupnya di tahun 1998. Kerusuhan besar-besaran terjadi di Indonesia tak terkecuali di Solo. Masyarakat keturunan Tionghoa banyak yang menjadi korban salah satunya ibunda dokter Tirta.

Ibunya meninggal usai loncat dari lantai 24 hingga membuat dokter Tirta tak mempercayai adanya Tuhan. “Yang dari situ aku ngerasain tragedi 98 di Solo, pada waktu itu nyokap loncat dari lantai 24, pilihannya cuma dua mati dibakar atau loncat, nyokap pilih loncat. Dari situ aku tahu tentang rasialisme, sara, agama, dan aku memutuskan untuk atheis dari SD, SMP, SMA,” katanya.

dokter Tirta (Youtube.com/TalkShowTVone)

Saat itulah ia tak merasakan hadirnya Tuhan dalam hidupnya. Hingga akhirnya saat kuliah di UGM, dokter Tirta bertemu orang dari banyak kalangan hingga akhirnya belajar agama Islam. Ia akhirnya jadi mualaf di usia 23 tahun.

"Cuman ketika aku masuk UGM, aku ketemu dengan berbagai macam orang karakter, kalau kita di kampus itu banyak kawan dari suku mana, suku mana. Dari situ aku terbuka dan aku memutuskan untuk mualaf di usia 23 tahun dan ya sudah, aku bisa menghargai agama lain. Jadi sekarang kalau ada orang beribadah atau apa, aku tidak langsung close minded ya, dari situ aku respek,” pungkas dokter Tirta.

Tak hanya itu, dokter Tirta blak-blakan terkait perceraiannya di usia muda. Ia menikah di usia 22 tahun namun pernikahannya tak bertahan lama.

Load More