Matamata.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan akan segera menetapkan Jurist Tan, tersangka dalam kasus dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2019–2022, sebagai buronan atau masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Yang jelas, kami tidak lagi melakukan pemanggilan. Mungkin nantinya penyidik berencana akan menetapkan DPO dan nanti ditindaklanjutinya dengan Red Notice Interpol,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, di Jakarta, Rabu.
Terkait waktu penetapannya, Anang menyebut langkah tersebut akan dilakukan dalam waktu dekat.
Sementara itu, merespons pernyataan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman yang menyebut Jurist Tan diduga berada di Australia, Anang mengatakan informasi tersebut akan ditampung dan dianalisis oleh tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
“Semua informasi nanti kami tampung. Nanti kami deteksi keberadaannya, benar atau tidaknya, untuk memastikan,” katanya.
Ia menambahkan, penyidik masih menelusuri lokasi keberadaan Jurist Tan dan akan bekerja sama dengan negara-negara yang terindikasi menjadi tempat pelarian tersangka.
“Nanti kami berkoordinasi dengan negara-negara tetangga atau negara yang dianggap terdeteksi ada keberadaan yang bersangkutan,” imbuh Anang.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan empat tersangka. Selain Jurist Tan yang merupakan Staf Khusus Mendikbudristek periode 2020–2024, tersangka lain yakni Ibrahim Arief, mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek; Sri Wahyuningsih, mantan Direktur Sekolah Dasar; dan Mulyatsyah, mantan Direktur Sekolah Menengah Pertama.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus, Abdul Qohar, menjelaskan para tersangka diduga menyalahgunakan kewenangan dengan membuat petunjuk pelaksanaan yang mengarahkan pada penggunaan produk tertentu, yakni Chrome OS, dalam pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) tahun anggaran 2020–2021.
“Dalam pelaksanaan pengadaan tersebut, SW, MUL, JT, dan IBAM telah melakukan perbuatan melawan hukum menyalahgunakan kewenangan dengan membuat petunjuk pelaksanaan yang mengarah ke produk tertentu, yaitu Chrome OS untuk pengadaan TIK pada tahun anggaran 2020–2020,” kata Qohar.
Akibat perbuatan itu, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp1,9 triliun.
Adapun tersangka Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah telah ditahan di Rutan Kejagung Cabang Salemba selama 20 hari sejak Selasa (15/7), sementara Ibrahim Arief menjalani tahanan kota karena kondisi kesehatan jantungnya. Jurist Tan masih dalam proses pencarian oleh tim penyidik. (Antara)
Berita Terkait
-
Kejagung Tetapkan Mantan Kajari Enrekang sebagai Tersangka Korupsi Dana Baznas
-
OTT KPK di Banten: Kejagung Benarkan Salah Satu Terduga Tersangka Berstatus Jaksa
-
Kasus Chromebook di Kemendikbudristek: Kejagung Sebut Negara Rugi Lebih dari Rp2,1 Triliun
-
KemenporaKejagung Jalin Kerja Sama Perkuat Pengawasan Anggaran Olahraga
-
Sumut Jadi Provinsi Ketiga Terapkan Restorative Justice, Kejagung: Penegakan Hukum Kini Lebih Humanis
Terpopuler
-
Pertahankan Gelar 'Proliga 2026', Megawati Hangestri Merasa Mendapatkan Tekanan Besar
-
DanantaraPLN Teken HoA, Percepat Investasi Energi Baru Terbarukan
-
Kejagung Tetapkan Mantan Kajari Enrekang sebagai Tersangka Korupsi Dana Baznas
-
PAN Setuju Pilkada Lewat DPRD Asal Tak Timbulkan Pro-Kontra Publik
-
Roy Suryo dkk Minta Uji Forensik Independen atas Ijazah Jokowi
Terkini
-
DanantaraPLN Teken HoA, Percepat Investasi Energi Baru Terbarukan
-
Kejagung Tetapkan Mantan Kajari Enrekang sebagai Tersangka Korupsi Dana Baznas
-
PAN Setuju Pilkada Lewat DPRD Asal Tak Timbulkan Pro-Kontra Publik
-
Roy Suryo dkk Minta Uji Forensik Independen atas Ijazah Jokowi
-
Habiburokhman Nilai KUHAP Baru Jadi Titik Awal Reformasi Kepolisian