Matamata.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menelusuri asal-usul tambahan kuota haji khusus yang diperoleh pendakwah sekaligus pemilik biro perjalanan PT Zahra Oto Mandiri atau Uhud Tour, Khalid Zeed Abdullah Basalamah, pada musim haji 1445 Hijriah/2024 Masehi.
“Perolehan kuota itu apakah berasal dari biro perjalanannya atau menggunakan biro perjalanan lain,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (11/9).
Budi menjelaskan, pendalaman tersebut berkaitan dengan dugaan praktik jual beli kuota haji yang menjadi bagian dari penyidikan perkara dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama (Kemenag) periode 2023–2024.
KPK juga memeriksa pengakuan Khalid Basalamah terkait keputusannya menggunakan kuota haji khusus meski sebelumnya sudah membayar dan siap berangkat lewat jalur furoda.
Menurut Budi, KPK mendalami dugaan adanya aliran uang dari Khalid Basalamah maupun agensi perjalanannya kepada pejabat Kemenag untuk memperoleh tambahan kuota.
“Itu masih didalami dan masuk ke materi penyidikan. Jadi, belum bisa kami sampaikan pihak-pihak mana saja yang memberikan atau mengalirkan uang kepada pihak-pihak di Kementerian Agama,” katanya.
Meski demikian, Budi menegaskan Khalid Basalamah sejauh ini masih berstatus sebagai saksi fakta, karena keterangannya diperlukan dalam penyidikan kasus kuota haji.
KPK resmi mengumumkan penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji Kemenag 2023–2024 pada 9 Agustus 2025, usai meminta keterangan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dua hari sebelumnya.
Lembaga antirasuah itu juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung potensi kerugian negara. Pada 11 Agustus 2025, KPK menyebut kerugian awal mencapai lebih dari Rp1 triliun, serta mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menag Yaqut.
Selain KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI turut menyoroti kejanggalan dalam pembagian 20.000 kuota tambahan dari Pemerintah Arab Saudi pada 2024. Kemenag saat itu membagi kuota tambahan menjadi 10.000 haji reguler dan 10.000 haji khusus.
Skema tersebut dinilai tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menetapkan porsi 92 persen untuk haji reguler dan hanya delapan persen bagi haji khusus. (Antara)
Berita Terkait
-
OTT Bupati Bekasi, KPK Periksa Intensif Tujuh Orang di Jakarta
-
OTT KPK di Banten: Kejagung Benarkan Salah Satu Terduga Tersangka Berstatus Jaksa
-
KPK Jadwalkan Pemanggilan Gus Alex dan Pemilik Maktour Setelah Periksa Yaqut
-
KPK Duga Muhammad Chusnul Terima Rp12 Miliar dari Pengaturan Proyek Jalur Kereta DJKA
-
KPK Geledah Rumah Dinas Plt Gubernur Riau Terkait Penyidikan Kasus Abdul Wahid
Terpopuler
-
OTT Bupati Bekasi, KPK Periksa Intensif Tujuh Orang di Jakarta
-
Bukan Sekadar Viral, IMPACT Ajak Kreator Indonesia Bangun Warisan Bisnis Berkelanjutan
-
Pemerintah Atur Pemanfaatan Kayu Banjir di Sumatera untuk Percepat Rehabilitasi
-
Seskab Teddy: Media Berperan Jaga Optimisme Pemulihan Bencana
-
Gebrakan Baru Sinema Laga! Film 'TIMUR' Resmi Tayang Hari Ini: Debut Sutradara Iko Uwais yang Fenomenal dan Emosional
Terkini
-
OTT Bupati Bekasi, KPK Periksa Intensif Tujuh Orang di Jakarta
-
Pemerintah Atur Pemanfaatan Kayu Banjir di Sumatera untuk Percepat Rehabilitasi
-
Seskab Teddy: Media Berperan Jaga Optimisme Pemulihan Bencana
-
Stok Pangan Aman, Mentan Tegaskan Harga Tak Boleh Melonjak Jelang Natal dan Tahun Baru
-
Yenny Wahid: Gus Dur Menjunjung Tinggi Martabat Perempuan dan Perbedaan