Matamata.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji 2023–2024 tidak menargetkan organisasi keagamaan, termasuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Fokus penyidikan diarahkan pada individu, khususnya mereka yang bertugas di Kementerian Agama.
“Walaupun yang bersangkutan juga menjadi anggota atau pengurus di organisasi keagamaan, tetapi yang jelas adalah karena yang bersangkutan berdinas atau bertugas di Kementerian Agama,” kata Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/9) malam.
Asep menjelaskan, penelusuran terhadap anggota ormas dilakukan karena adanya dugaan aliran dana korupsi yang terkait dengan kasus tersebut.
“Selain bekerja di Kementerian Agama, mungkin dia bekerja di tempat lain atau menjadi bagian atau bahkan menjadi pimpinan dari suatu organisasi. Nah kami bergerak ke situ,” ujarnya.
Ia menegaskan kembali, “Jadi, kami tidak melakukan atau menargetkan organisasinya, tetapi uangnya itu lari karena mengikuti orangnya. Orangnya ada di mana, bekerja di mana, nah di situ kami lihat, pasti kan juga ada berkaitan dengan tempat yang bersangkutan bekerja.”
KPK sebelumnya mengumumkan dimulainya penyidikan perkara dugaan korupsi kuota haji pada 9 Agustus 2025, usai memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dua hari sebelumnya.
Dalam perkembangan kasus ini, KPK bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menghitung potensi kerugian negara yang mencapai lebih dari Rp1 triliun. Lembaga antirasuah itu juga mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut.
Selain KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan haji 2024, terutama terkait pembagian tambahan kuota 20.000 dari Arab Saudi. Kemenag membagi rata kuota tambahan, masing-masing 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Namun, langkah tersebut dianggap bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur 92 persen kuota untuk haji reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus. (Antara)
Berita Terkait
-
Belasan Triliun Digelontorkan, Pemerintah Tuntaskan Krisis Guru Keagamaan pada 2026
-
KPK Jadwalkan Pemanggilan Gus Alex dan Pemilik Maktour Setelah Periksa Yaqut
-
KPK Duga Muhammad Chusnul Terima Rp12 Miliar dari Pengaturan Proyek Jalur Kereta DJKA
-
KPK Geledah Rumah Dinas Plt Gubernur Riau Terkait Penyidikan Kasus Abdul Wahid
-
Kasus Bupati Lampung Tengah, KPK Soroti Rekrutmen Parpol dan Mahalnya Biaya Politik
Terpopuler
-
Miliki Wajah Cantik! Donna Angelica dan Vanessa Zahra Kompak Gunakan Marshant
-
Terluka Akibat Pecahan Kaca Gedung TCC, HN Lapor Polisi
-
Operasi Gabungan di Jepara Sita Ratusan Rokok Ilegal dari Sejumlah Toko
-
Legislator Dorong Kreativitas Gen Z Cari Solusi Sampah Jakarta
-
Hampir Sentuh Target, PNBP Tembus Rp444,9 Triliun hingga November 2025
Terkini
-
Operasi Gabungan di Jepara Sita Ratusan Rokok Ilegal dari Sejumlah Toko
-
Legislator Dorong Kreativitas Gen Z Cari Solusi Sampah Jakarta
-
Hampir Sentuh Target, PNBP Tembus Rp444,9 Triliun hingga November 2025
-
Hari Ibu 2025, Megawati Ajak Perempuan Jadi Motor Pelestarian Lingkungan
-
Subsidi dan Kompensasi Tembus Rp345,1 Triliun hingga Akhir November 2025