Baktora | MataMata.com
Ilustrasi Pengungsi Rohingya. (Twitter/@haikel_e)

Matamata.com - Indonesia mendesak komunitas internasional, khususnya negara-negara peserta Konvensi Pengungsi 1951, untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam menangani krisis pengungsi Rohingya.

Lalu Muhammad Iqbal, juru bicara Kementerian Luar Negeri, menyatakan bahwa tuntutan ini akan disampaikan langsung oleh Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi dalam Forum Pengungsi Global di Jenewa, Swiss, yang dijadwalkan berlangsung pada 13-15 Desember.

"Kami melihat bahwa penanganan masalah ini, terutama terkait resettlement [penempatan pengungsi di negara ketiga yang bersedia menerima], berjalan sangat lambat. Kami akan menegaskan kembali kewajiban internasional dari semua negara anggota PBB, terutama para peserta Konvensi Pengungsi, terhadap penanganan masalah Rohingya," ungkap Iqbal Selasa (12/12/2023).

Jumlah pengungsi Rohingya yang masuk ke Indonesia terus meningkat. Badan Pengungsi PBB (UNHCR) melaporkan bahwa lebih dari 1.200 orang Rohingya telah tiba di Indonesia sejak November 2023, dengan setidaknya 300 orang mendarat di Aceh pekan lalu.

Iqbal menyoroti bahwa akar penyebab lonjakan pengungsi Rohingya ini adalah konflik berkepanjangan di Myanmar yang masih belum terselesaikan.

Sebagai respons, Indonesia berkomitmen untuk melakukan segala upaya untuk membantu menyelesaikan konflik di Myanmar. Presiden Joko Widodo menyatakan pekan lalu bahwa ada kecurigaan kuat terkait keterlibatan jaringan perdagangan manusia dalam peningkatan jumlah pengungsi Rohingya di Indonesia.

Meskipun bukan pihak Konvensi Pengungsi PBB, Indonesia terus memberikan bantuan dan tempat penampungan sementara bagi para pengungsi atas dasar kemanusiaan.

"Presiden Joko Widodo menunjukkan agar bantuan kemanusiaan sementara kepada pengungsi diberikan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat lokal," kata dia.

Load More