Matamata.com - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi menyoroti kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terkait penghapusan tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang berlaku di seluruh kabupaten/kota, termasuk Bekasi.
Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, Jiovanno Nahampun, menyatakan kekhawatirannya kebijakan tersebut tidak tepat sasaran jika diterapkan tanpa skema yang jelas. Pasalnya, piutang PBB-P2 di Kabupaten Bekasi mencapai Rp1 triliun, dengan mayoritas penunggak berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas.
"Sedangkan masyarakat biasa yang hanya memiliki satu rumah, justru lebih patuh membayar pajak. Jadi jangan serta merta imbauan tersebut diadopsi. Lihat dulu siapa yang menunggak PBB dan siapa penerima manfaatnya jika tunggakan dihapuskan," katanya di Cikarang, Senin.
Hasil evaluasi Komisi I DPRD menunjukkan banyak tunggakan berasal dari warga mapan yang memiliki aset rumah dan tanah dalam jumlah besar namun abai membayar pajak.
"Bahkan beberapa kasus menunjukkan nilai tunggakan mencapai ratusan juta rupiah. Salah satu contoh adalah tunggakan sebesar Rp400 juta akibat pajak yang tidak dibayar selama bertahun-tahun. Kasus seperti ini banyak ditemukan di wilayah perkotaan seperti Cikarang, Tambun hingga Cibitung," ungkap Jiovanno.
Politisi PDI Perjuangan itu menilai penghapusan tunggakan pajak memang dapat membantu masyarakat, tetapi harus dilakukan secara selektif agar tidak menggerus Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Kalau tunggakan mau dihapuskan, jangan diberlakukan bagi semua wajib pajak. Penghapusan hanya berlaku bagi warga menengah ke bawah yang memang membutuhkan bantuan. Sebaliknya, bagi kalangan menengah atas yang mampu tetapi tidak patuh, upaya penagihan harus ditingkatkan," ujarnya.
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Bekasi mencatat piutang PBB-P2 hingga akhir 2024 menembus Rp1 triliun lebih. Piutang tersebut masih dalam proses penagihan dan baru akan jatuh tempo pada September 2025.
"Untuk sektor PBB-P2, piutang mencapai Rp1 triliun lebih dan sebagian besar dimiliki oleh wajib pajak kategori ekonomi menengah atas," kata Kepala Bidang Pengendalian dan Evaluasi Pendapatan Daerah Bapenda Kabupaten Bekasi, Fuji Nugraha.
Fuji menambahkan, kepatuhan pembayaran pajak justru lebih tinggi di kalangan masyarakat biasa ketimbang kelompok menengah atas. "Masyarakat biasa justru lebih taat membayar pajak sementara pemilik lahan besar memiliki nilai PBB yang jauh lebih tinggi. Bahkan, satu orang bisa menunggak PBB hingga Rp1 miliar karena luas lahan," jelasnya.
Ia menyebut kebijakan penghapusan tunggakan PBB-P2 masih akan dibahas lebih lanjut bersama pimpinan. "Kami masih akan membahas persoalan ini bersama pimpinan," kata Fuji. (Antara)
Berita Terkait
-
Anggaran Penataan Gedung Sate Disorot: Legislator Sebut Mirip 'Siluman' dan Tak Transparan"
-
KPK Beberkan Alasan Penetapan Tersangka Korupsi Dana Hibah Jatim Butuh Waktu Lama
-
Evaluasi, Bukan Penghentian: DPRD DKI Tekankan Pentingnya Program Makan Bergizi Gratis
-
Kementerian PU Tinjau dan Rencanakan Rekonstruksi Gedung DPRD Makassar
-
Diprotes Jarang Ngantor, Bella Shofie Umumkan Mundur jadi Anggota DPRD Kabupaten Buru
Terpopuler
-
Menkeu Siapkan Dana Tambahan, Tunggu BNPB Ajukan Anggaran Penanganan Banjir Sumatera
-
Siswa MTs di Banyuwangi Raih Medali Perak di Olimpiade Sains Junior Internasional Rusia
-
Kemenag dan LPDP Kebut Penyaluran Beasiswa Menjelang Batas Akhir Anggaran 2025
-
Bupati Aceh Timur Minta Hunian Darurat untuk Korban Banjir Lokop
-
Mahasiswa Palangka Raya Nyalakan Seribu Lilin untuk Korban Banjir Sumatera
Terkini
-
Menkeu Siapkan Dana Tambahan, Tunggu BNPB Ajukan Anggaran Penanganan Banjir Sumatera
-
Siswa MTs di Banyuwangi Raih Medali Perak di Olimpiade Sains Junior Internasional Rusia
-
Kemenag dan LPDP Kebut Penyaluran Beasiswa Menjelang Batas Akhir Anggaran 2025
-
Bupati Aceh Timur Minta Hunian Darurat untuk Korban Banjir Lokop
-
Mahasiswa Palangka Raya Nyalakan Seribu Lilin untuk Korban Banjir Sumatera